Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Sejarah Perkembangan Islam di Indonesia

Sejarah Perkembangan Islam di Indonesia

Semenjak dulu bangsa Indonesia populer sebagai bangsa yang ramah dan senang berkawan dengan bangsa lain. Karena itu, banyak bangsa yang lain tiba ke daerah Nusantara untuk merajut jalinan dagang. 

Ramainya perdagangan di Nusantara yang mengikutsertakan beberapa pedagang dari bermacam negara karena melimpahnya hasil bumi dan letak Indonesia pada lajur pelayaran dan perdagangan dunia. Pada seputar era ke-7, Selat Malaka sudah dilewati oleh pedagang Islam dari India, Persia, dan Arab dalam pelayarannya ke arah beberapa negara di Asia Tenggara dan Cina. 

Lewat jalinan perdagangan itu, agama dan kebudayaan Islam masuk di daerah Indonesia. Pada era ke-9, beberapa orang Islam mulai bergerak membangun perkampungan Islam di Kedah (Malaka), Aceh, dan Palembang.

Waktu kehadiran Islam di Indonesia masihlah ada ketidaksamaan opini. Beberapa pakar mengatakan jika agama Islam itu masuk di Indonesia semenjak era ketujuh s/d era kedelapan Masehi. Opini itu didasari pada informasi dari Cina jaman Dinasti T'ang yang mengatakan ada beberapa orang Ta Shih (Arab dan Persia) yang menangguhkan tujuannya untuk serang Ho Ling di bawah pemerintah Ratu Sima (674).

Beberapa pakar lainnya mengatakan jika Islam masuk di Indonesia baru era ke-13. Pengakuan ini didasari pada periode robohnya Dinasti Abbassiah di Bagdad (1258). Hal tersebut didasari pada informasi dari Marco Polo (1292), informasi dari Ibnu Batuttah (era ke-14), dan Nisan Pendam Sultan Malik al Saleh (1297) di Samudera Pasai. 

Opini itu diperkokoh dengan periode penebaran tuntunan tasawuf. Sesungguhnya kita perlu pisahkan pemahaman proses masuk dengan mengembangnya agama Islam di Indonesia, seperti berikut ini:

  • Periode kehadiran Islam (peluang terjadi semenjak era ketujuh s/d era kedelapan Masehi).
  • Periode penebaran Islam (mulai era ke-13 s/d era ke-16 Masehi, Islam menebar ke bermacam pelosok pulau di Nusantara).
  • Periode perubahan Islam (mulai era ke-15 Masehi dan sebagainya lewat kerajaan-kerajaan Islam).

Ada bermacam opini juga berkenaan negeri asal pembawa agama dan kebudayaan Islam ke Indonesia. Ada yang menjelaskan jika kebudayaan dan agama Islam tiba dari Arab, Persia, dan India (Gujarat dan Benggala). 

Namun, beberapa pakar mengutamakan jika kelompok pembawa Islam ke Indonesia berawal dari Gujarat (India Barat). Hal tersebut diperkokoh dengan bukti- bukti riwayat berbentuk nisan pusara, tata kehidupan warga, dan budaya Islam di Indonesia yang banyak mempunyai kesamaan dengan Islam di Gujarat. Pembawanya ialah beberapa pedagang, mubalig, dan kelompok pakar tasawuf.

Saat Islam masuk lewat lajur perdagangan, pusat-pusat perdagangan dan pelayaran di sejauh pantai terkuasai oleh raja-raja wilayah, beberapa bangsawan, dan penguasa yang lain, misalkan raja atau adipati Aceh, Johor, Jambi, Surabaya, dan Gresik. 

Mereka berkuasa menertibkan lalu lintas perdagangan dan tentukan harga barang yang diperjualbelikan. Mereka itu yang sebelumnya lakukan jalinan dagang dengan beberapa pedagang muslim. Lebih-lebih sesudah situasi politik di pusat Kerajaan Majapahit alami kerusuhan, raja- raja wilayah dan beberapa adipati di pesisir ingin melepas diri dari kekuasaan Majapahit. 

Karena itu, jalinan dan kerja sama dengan pedagang- pedagang muslim semakin kuat. Dalam situasi begitu, banyak raja wilayah dan adipati pesisir yang masuk Islam. Hal tersebut ditambah lagi suport dari pedagang-pedagang Islam hingga sanggup melepas diri dari kekuasaan Majapahit. 

Sesudah raja-raja wilayah, adipati pesisir, beberapa bangsawan, dan penguasa dermaga masuk Islam rakyat di wilayah itu juga masuk Islam, misalnya Demak (era ke-15), Ternate (era ke-15), Gowa (era ke-16), dan Banjar (era ke-16).

Proses masuk dan mengembangnya agama dan kebudayaan Islam di Indonesia berjalan secara setahap dan dilaksanakan secara nyaman hingga tidak memunculkan kemelut sosial. Langkah penebaran agama dan kebudayaan Islam di Indonesia lewat bermacam aliran di bawah ini.

1. Aliran Perdagangan

Aliran yang dipakai pada proses islamisasi di Indonesia sebelumnya lewat perdagangan. Hal tersebut sesuai perubahan jalan raya pelayaran dan perdagangan dunia yang ramai mulai era ketujuh s/d era ke- 16, di antara Eropa, Timur tengah, India, Asia Tenggara, dan Cina.

Proses islamisasi lewat aliran perdagangan ini dipercepat oleh keadaan politik beberapa kerajaan Hindu pada waktu itu, yakni adipati-adipati pesisir usaha melepas diri dari kekuasaan pemerintahan pusat di Majapahit. Pedagang-pedagang muslim itu banyak tinggal di beberapa kota dermaga dan membuat perkampungan muslim. Salah satunya misalnya ialah Pekojan.

2. Aliran Perkawinan

Posisi ekonomi dan sosial beberapa pedagang yang telah tinggal semakin baik. Beberapa pedagang itu jadi kaya dan terhormat, tapi keluarganya tidak dibawa dan. Beberapa pedagang itu selanjutnya menikah dengan gadis-gadis di tempat dengan persyaratan mereka harus masuk Islam. 

Cara tersebut juga tidak alami kesusahan. Aliran islamisasi melalui perkawinan ini lebih memberikan keuntungan kembali jika beberapa saudagar atau ulama Islam sukses menikah dengan anak raja atau adipati. Jika raja atau adipati telah masuk Islam, rakyatnya akan gampang dibawa masuk Islam.

Misalkan, perkawinan Maulana Iskhak dengan putri Raja Blambangan yang melahirkan Sunan Giri; perkawinan Raden Karunia (Sunan Ngampel) dengan Nyai Gede Manila, putri Tumenggung Wilatikta; perkawinan putri Kawunganten dengan Sunan Gunung Jati di Cirebon; perkawinan putri Adipati Tuban (R.A. Teja) dengan Syekh Ngabdurahman (muslim Arab) yang melahirkan Syekh Jali (Jaleluddin).

3. Aliran Tasawuf

Tasawuf ialah tuntunan ketuhanan yang sudah bersatu dengan mistis dan beberapa hal magis. Karena itu, beberapa pakar tasawuf umumnya mengusai dalam soal- masalah magis dan memiliki kemampuan mengobati. 

Kehadiran pakar tasawuf ke Indonesia diprediksi semenjak era ke-13, yakni periode perubahan dan penebaran pakar-ahli tasawuf dari Persia dan India yang telah beragama Islam.

Bertepatan dengan perubahan tasawuf, beberapa ulama dalam mengajar agama Islam di Indonesia sesuaikan dengan sudut pandang warga yang fokus pada agama Hindu dan Buddha hingga gampang dipahami. 

Itu penyebabnya, orang Jawa demikian gampang terima agama Islam. Figur- figur tasawuf yang populer, diantaranya Hamzah Penggemaryuri, Syamsuddin as Sumatrani, Nur al Din al Raniri, Abdul al Rauf, Sunan Bonang, Syekh Siti Jenar, dan Sunan Pentas.

4. Aliran Pengajaran

Instansi pengajaran Islam yang paling tua ialah pesantren. Siswa- siswanya (santri) berada didalam pondok atau asrama dalam periode waktu tertentu menurut jenjang kelasnya. Pendidiknya ialah beberapa guru agama (kiai atau ulama). 

Beberapa santri itu kalau sudah tamat belajar, pulang ke wilayah asal dan memiliki kewajiban mengajar kembali ilmunya ke warga di seputar. Dengan itu, Islam terus berkembang masuk beberapa daerah terasing.

Pesantren yang sudah berdiri pada periode perkembangan Islam di Jawa, diantaranya Pesantren Sunan Ampel di Surabaya yang dibangun oleh Raden Karunia (Sunan Ampel) dan Pesantren Sunan Giri yang santrinya banyak berawal dari Maluku (wilayah Hitu). 

Raja-raja dan keluarganya dan golongan bangsawan umumnya datangkan kiai atau ulama menjadi guru dan penasihat agama. Misalkan, Kiai Ageng Selo ialah guru Jaka Tingkir; Kiai Dusun ialah guru Maulana Yusuf di Banten; Maulana Yusuf ialah penasihat agama Sultan Ageng Tirtayasa.

5. Aliran Seni Budaya

Mengembangnya agama Islam bisa lewat seni budaya, misalkan seni bangunan (masjid), seni pahat (ukir), seni tari, seni musik, dan seni sastra. Seni bangunan mushola, balkon, dan ukirannya masih memperlihatkan seni tradisionil bermotifkan budaya Indonesia-Hindu, sama seperti yang ada pada candi-candi Hindu atau Buddha. 

Hal tersebut bisa ditemui di Mushola Agung Demak, Mushola Sendang Duwur Tuban, Mushola Agung Kasepuhan Cirebon, Mushola Agung Banten, Mushola Baiturrahman Aceh, dan Mushola Ternate.

Pintu gerbang pada kerajaan Islam atau pusara beberapa orang yang dipandang sakral memperlihatkan wujud candi bentar dan kori agung. Begitupun, nisan-nisan pusara kuno di Demak, Kudus, Cirebon, Tuban, dan Madura memperlihatkan budaya saat sebelum Islam. 

Hal tersebut ditujukan untuk memperlihatkan jika Islam tidak tinggalkan seni budaya warga yang sudah ada, tapi malah turut memiaranya. Seni budaya yang masih dipiara dalam rencana proses islamisasi itu banyak, diantaranya perayaan Garebek Maulud (Sekaten) di Yogyakarta, Surakarta, dan Cirebon.

Islamisasi dilaksanakan lewat perlihatkan wayang yang sudah dipoles dengan beberapa unsur Islam. Menurut narasi, Sunan Kalijaga pintar mainkan wayang. Islamisasi lewat sastra dilakukan dengan meyadur buku-buku tasawuf, hikayat, dan babad ke bahasa pertemanan (Melayu).

6. Aliran Ceramah

Pergerakan penebaran Islam di Jawa tidak bisa dipisah dengan peran Wali Sanga. Istilah wali ialah panggilan untuk beberapa orang yang telah capai tingkat pengetahuan dan penghayatan agama Islam yang paling dalam dan mampu berusaha untuk kebutuhan agama itu. 

Karena itu, beberapa wali jadi benar-benar dekat sama Allah hingga mendapatkan gelar Waliullah (orang yang paling dicintai Allah). Sesuai jamannya, wali-wali itu berkekuatan magic karena beberapa wali sebagai pakar tasawuf.

Beberapa Wali Songo yang berusaha dalam penebaran agama Islam di beberapa wilayah di Pulau Jawa sebagai berikut:

  • Maulana Malik Ibrahim
  • Sunan Ampel
  • Sunan Drajad
  • Sunan Bonang
  • Sunan Giri
  • Sunan Kalijaga
  • Sunan Kudus
  • Sunan Muria
  • Sunan Gunung Jati

Demikianlah uraian terkait dengan Sejarah Perkembangan Islam di Indonesia. Semoga bermanfaat dan dapat menambah wawasan Anda.

Posting Komentar untuk "Sejarah Perkembangan Islam di Indonesia"