Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Mengenal Adat Istiadat Maluku

Mengenal Adat Istiadat Maluku
credit:flickr.com

Kemungkinan Anda sudah sering sekali mendengar mengenai adat istiadat suku Jawa. Namun, bagaimana dengan adat istiadat suku yang lain, adat istiadat Maluku misalnya?

Lain kebun lain belalang, lain lubuk lain ikannya. Tiap lingkungan mempunyai adat istiadat sendiri. Bahkan juga, antara dusun yang berdekatan terkadang mempunyai adat istiadat yang lain. Oleh karenanya, akan ramai bila kita menyoroti adat istiadat satu wilayah, suku, pulau, bahkan juga satu bangsa.

Wujud adat istiadat dapat berbagai macam, baik berbentuk tata krama, nilai dan etika, atau kreasi seni. Melalui kreasi seni, kita dapat semakin gampang memvisualisasikan adat istiadat satu wilayah. Meskipun masih abstrak, tetapi kreasi seni semakin dapat disaksikan dan disentuh oleh pancaindra hingga tidak sesulit yang di bayangkan.

Bangsa Indonesia sebagai bangsa yang besar karena mempunyai banyak suku. Oleh karenanya, lingkup adat istiadat Indonesia sangat luas. Ini karena budaya antara suku yang banyak dan saling berlainan. Bahkan juga, pada sebuah suku bisa jadi mempunyai adat istiadat yang berbeda. 

Misalnya, suku Jawa. Orang Jawa di wilayah Surakarta akan mempunyai watak dan adat istiadat yang berbeda dengan orang Jawa yang tinggal di Surabaya. Sebetulnya, banyaknya ketidaksamaan ini justru menjadi kelebihan bagi bangsa Indonesia karena antar suku - suku tersebut dapat sama-sama mengisi dan melengkapi.

Dari banyak suku dan adat istiadat yang ada di Indonesia, Maluku ialah satu diantaranya.

Tarian Maluku

Maluku merupakan salah satu wilayah yang ada di daerah timur Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Wilayah kepulauan ini bukan hanya dikuasai oleh satu adat tertentu. Maluku cukup luas untuk dapat menyajikan adat istiadat yang berbeda diantara pulau - pulau yang ada. 

Tetapi, pasti ada tanda yang menunjukkan sebagai keunikan dari Maluku, satu diantaranya adat istiadat yang diperlihatkan melalui kreasi seni.

Salah satun kreasi seni yang berasal dari Maluku ialah Tari Cakalele. Tarian ini sebagai wujud tari perang yang diperuntukkan untuk menyongsong beberapa tamu agung atau dihantarkan dalam upacara adat tertentu. 

Tarian ini kerap dipanggil sebagai tari kebesaran dari warga Maluku. Umumnya, Tari Cakalele ditampilkan oleh 30 orang yang terdiri dari wanita dan pria.

Saat membawakan tari Cakalele, beberapa penari membawa beberapa alat perang. Penari pria membawa parang pada tangan kanan dan tameng pada tangan kirinya. Baju yang dikenai penari lelaki lebih di dominaasi warna merah dan kuning. 

Di lain sisi, penari wanita mengenakan pakaian berwarna putih dengan membawa sapu tangan di kedua tangannya. Alat musik yang digunakan untuk mengiringi tarian Cakalele ialah tifa, keloko, drum, flute, totiruga, toto buang, dan bia. Musik yang dihidangkan sama sesuai di antara irama dan temponya dengan episode perang.

Tarian ini bermakna khusus. Penggunaan warna merah pada baju penari memperlihatkan keberanian dan kepahlawanan rakyat Maluku dalam perang hadapi penjajah dan menjaga tanah air dan kebesaran Maluku. 

Parang yang digunakan sebagai senjata sebagai pertandaan kebanggaan dan harga diri jadi orang Maluku. Tameng dipakai sebagai simbol protes pada penjajahan. Dalam atraksi Tari Cakalele, kabarnya roh nenek moyang masuk ke raga penari sehingga tarian dapat kelihatan lebih rancak.

Realisasi adat istiadat yang lain dari tanah Maluku ialah adat Jam Sapu Lidi. Acara ini dikerjakan oleh raja bersama rakyat Negeri Morella dan Negeri Mamala di Ambon. Acara ini diadakan tiap hari ke-7 pada perayaan Idul Fitri. 

Aktivitas dari Jam Sapu Lidi ialah memukul sapu lidi aren ke badan musuh. Persyaratan intinya jangan memukul ke muka dan sisi penting. Adat Jam Sapu Lidi telah berjalan sepanjang beberapa ratus tahun di wilayah ini.

Disamping itu, adat Maluku lain ialah Bambu Edan. Ini sebagai satu tarian ini benar-benar unik karena penari atau siapakah yang ingin akan menggenggam bambu secara bersama. Bambu ini nanti akan bergerak sendiri hingga penari yang menggenggamnya akan berguguran. Tarian ini bau mistik karena banyak yang yakin jika bambu bisa bergerak sendiri karena dimasuki arwah lembut.

Ada juga tarian lain yang dari Maluku seperti tarian Saureka-Reka. Tarian ini menggunakan pelepah pohon sagu. Tarian awal dilaksanakan oleh 6 orang gadis. Tarian Saureka-Reka memerlukan kecepatan dan keakuratan dan disertai irama musik yang enerjik.

Tarian selanjutnya namanya Katreji. Tarian awal dilaksanakan secara berpasang-pasangan dengan pergerakan enerjik. Tarian ini lebih banyak dipengaruhi dari budaya Portugis dan Belanda. Asumsi ini dapat disaksikan dari aba-aba peralihan skema dan gerak yang kerap memakai beberapa istilah Portugis dan Belanda. 

Tarian ini diiringi dengan alat musik import dan tradisionil, seperti biola, ukulele, gitar, suling, tifa, dan bass. Irama yang dihidangkan banyak ambil irama dari musik barat. Tarian ini sering dilaksanakan di Maluku dan disukai sampai sekarang ini.

Datang dari Horor

Warga Maluku tengah pada terutamanya berasumsi jika mereka berasal dari Pulau Horor. Mereka menyebutkan pulau ini dengan panggilan Nusa Ina yang memiliki arti Pulau Ibu. Belum terdapat bukti ilmiah tentang ini, tetapi asumsi ini telah berjalan lama secara lisan. Adat penyampainnya di Maluku disebutkan dengan kapata, yakni cerita yang dihidangkan berbentuk nyanyian.

Menurut keyakinan yang tersebar dalam masyarakat, beberapa orang Maluku tengah pada awalnya menempati Pulau Horor. Tetapi, bersamaan pertambahan jumlah warga, mereka mulai menempati beberapa pulau disekelilingnya. 

Rumpun sebagai pertama kali dari warga Maluku tengah ialah rumpun Patalima dan Patasiwa. Kedua rumpun ini mempunyai ketidaksamaan aksen dan ketrampilan.

Antara barisan dalam rumpun umum terjadi peperangan hingga proses peralihan dari Pulau Horor berjalan lambat. Peperangan di antara kelompok-kelompok keluarga, disebutkan lumatau dalam istilah di tempat, dalam rumpun umum terjadi. 

Pada sebuah rumpun, ada banyak kelompok besar. Misalkan, dalam rumpun Patasiwa yang dibagi menjadi dua, yaitu Patasiwa Putih dan Patasiwa Hitam.

Perkawinan di Maluku

Salah satu wujud adat istiadat yang jelas ialah permasalahan perkawinan. Perkawinan di wilayah kerap berjalan secara keramat dan menggunakan ditual atau upacara tertentu. Di Maluku, secara umum tidak meluluskan perkawinan yang terjadi antara sama-sama marga atau masih juga dalam ikatan sekeluarga. 

Perkawinan ini dilarang. Salah satunya argumennya karena akan memusingkan hak waris. Disamping itu, ada dogma bila nikah sama-sama marga atau keluarga akan menghasilkan anak yang cacat, kurang kuat otak, atau ada famili yang wafat dengan tidak lumrah.

Ada yang disebutkan dengan Kawin Meminta di Maluku. Perkawinan ini serupa dengan perkawinan secara umum saat pengantin pria memberinya mahar ke keluarga pengantin wanita. Ongkos mahar ini ditetapkan sesuai adat yang berjalan.

Disamping itu, ada panggilan kawin masuk atau kawin manua. Berlainan dengan perkawinan secara umum saat mempelai wanita di dalam rumah mempelai wanita, kawin manua terjadi saat pengantin pria tinggal di dalam rumah keluarga mempelai wanita. 

Banyak yang menerpasi ini, misalkan pengantin pria tidak bayar mahar sama sesuai adat, mempelai wanita sebagai anak salah satu, sampai argumen jika keluarga pria tidak terima karena ketidaksamaan status sosial.

Disamping itu, ada pula kawin kofu'u. Ini terjadi saat kedua iris keluarga sudah setuju untuk memasangkan wanita dan pria. Salah satunya wujud perkawinan unik yang lain telah jarang ada ialah Ngali Ngasu. 

Perkawinan ini datang dari adat Ternate, tetapi telah jarang ada saat ini. Dalam Ngali Ngasu ditata jika suami atau isteri wafat, karena itu yang menggantinya ialah ipar mereka sendiri.

Demikian ulasan singkat berkenaan dengan adat istiadat Maluku. Mudah-mudahan berguna dan bermanfaat bagi para pembaca semua.

Posting Komentar untuk " Mengenal Adat Istiadat Maluku"