Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kesenian Kuntulan Banyuwangi Jawa Timur

kuntulan
credit:instagram@fadolmuhammad_88

Banyuwangi adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Timur. Sebagai kabupaten terbesar di Jawa Timur, Banyuwangi memiliki kesenian yang beragam. 

Namun, ada kesenian khas Banyuwangi menggunakan alat musik Jawa Timur yang memadukan berbagai alat musik dari daerah lain, yaitu kesenian kuntulan.

Sejarah Kesenian Kuntulan

Banyuwangi merupakan daerah yang memiliki tanah subur sehingga memudahkan para petani dalam bercocok tanam. 

Biasanya, saat memasuki musim panen, para petani melakukan kegiatan kesenian yang banyak diilhami dari keadaan sekitar mereka. Kondisi alamnya yang merupakan daerah persawahan kerap didatangi serombongan burung kuntul.

Burung kuntul adalah sejenis burung bangau yang biasa hidup berkelompok di sawah sehingga para petani akrab dengan kebiasaan hidup burung kuntul. Sebagai hewan yang hidup berkelompok, burung kuntul terlihat begitu rukun, senasib sepenanggungan dalam komunitasnya.

Bila ada yang mendapat makanan, burung kuntul segera memberi tahu teman-temannya dan mereka pun makan bersama-sama. 

Filosofi hidup seperti itulah yang mengilhami kesenian kuntulan, yaitu sebagai media yang dapat menyatukan semua elemen masyarakat. Dari nama burung kuntul inilah, nama kuntulan berasal.

Alkulturasi Berbagai Budaya

Musik kuntulan awalnya adalah  musik hadrah yang dijadikan media penyiaran agama Islam. Oleh karena itu, nuansa Arabnya sangat terasa, seperti pakaian dan lirik lagunya. 

Instrumen musiknya pun hanya rebana dan kendang. Namun, setelah terjadi alkulturasi dengan budaya lokal, jadilah kesenian yang lebih berwarna.

Pakaian yang didominasi warna putih adalah cerminan burung kuntul yang berbulu putih. Demikian pula bunga kamboja yang diselipkan di telinga pemainnya, merupakan pengaruh dari budaya Bali yang memang sangat dekat dengan Banyuwangi.

Perangkat musik kuntulan yang terdiri atas enam buah rebana, jidor,  beduk besar, beduk kecil, kenong, kluncing, serta gong, merupakan pengaruh dari budaya sekitar Banyuwangi. 

Unsur asli Banyuwangi terlihat dari gerak tari penarinya yang mirip dengan kesenian gandrung, yaitu  kesenian tari rakyat setempat yang menjadi ikon Banyuwangi.

Sementara itu, warna musiknya yang keras menghentak mengingatkan kita pada gamelan Bali yang berirama banyak (poly rhythm). 

Unsur modern terlihat dari penggunaan keyboard dan biola. Menurut penuturan para seniman kuntulan, penggunaan biola ini berawal dari seorang Belanda yang tengah menyaksikan kesenian gandrung sekitar abad ke-19.

Saat itu, mereka masih menggunakan alat musik suling. Namun, orang Belanda tersebut memainkan biola mengikuti irama musik gandrung. Permainan biolanya ternyata mampu memukau orang-orang yang mendengar. 

Sejak saat itulah, penggunaan biola menggeser suling. Sementara penggunaan keyboard, hanya disesuaikan dengan permintaan, ada yang menggunakannya dan ada yang menolak.

Kondisi Saat Ini

Masyarakat Banyuwangi sejak dulu adalah masyarakat yang memiliki kebanggan terhadap budayanya sendiri. Bahkan, ketika Banyuwangi masih bernama Blambangan (Kerajaan Blambangan), daerah ini terkenal sebagai wilayah yang sulit ditaklukkan. Sejarah mencatat, tak ada satu kekuatan pun yang mampu menundukkan daerah ini.

Saat anak muda di tempat lain lebih akrab dengan budaya pop, di Banyuwangi, mereka masih menjunjung tinggi lagu-lagu khas Banyuwangi yang disebut Banyuwangen. Bahkan, tak ada seorang pengamen pun yang berani menyanyikan lagu pop atau dangdut tanpa membawakan lagu Banyuwangen.

Tak heran jika generasi mudanya banyak yang menggandrungi kesenian kuntulan hingga prestasi hadrah kuntulan telah mengharumkan Banyuwangi dan Provinsi Jawa Timur di pentas kesenian nasional maupun internasional. 

Hadrah kuntulan pernah menjadi pemenang dalam lomba Festival Nasional di Masjid Istiqlal Jakarta dan seringkali tampil mewakili Indonesia di pentas kesenian dunia.

Posting Komentar untuk "Kesenian Kuntulan Banyuwangi Jawa Timur"