Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kearifan Lokal Suku Lampung Yang Tetap Lestari Dan Terjaga


Kearifan Lokal Suku Lampung Yang Tetap Lestari Dan Terjaga
image via instagram@polisiselebriti

PENGERTIAN KEARIFAN LOKAL 

Disadarkan pada sisi etimologi, makna kearifan adalah kemampuan seseorang dalam menggunakan akal dan pikirannya guna menyikapi sebuah kejadian, suatu masalah, situasi, kondisi dan sebuah obyek tertentu. Sementara kata lokal, adalah menunjukkan ruang interaksi di mana peristiwa, situasi dan kondisi tersebut terjadi.

Dengan demikian, dapat kita tarik kesimpulan bahwa makna dari kearifan lokal secara substansial adalah merupakan sebuah nilai, norma dan tatanan sosial yang berlaku dalam suatu kelompok masyarakat yang diyakini kebenarannya dan dijadikan sebagai pedoman dalam bertindak dan berperilaku dalam kehidupan mereka sehari-hari. 

Dapat pula kita artikan bahwa kearifan lokal adalah kemampuan dalam menyikapi dan memberdayakan potensi dari nilai-nilai luhur budaya masyarakat setempat. Oleh karena itu, maka kearifan lokal adalah sebuah entitas yang sangat menentukan harkat dan martabat manusia dalam komunitasnya (dikutip dari Geertz, 2007). 

Perilaku yang bersifat umum dan berlaku di suatu kelompok masyarakat secara luas, dan berlangsung secara turun temurun, akan berkembang menjadi nilai-nilai atau norma yang dipegang dengan teguh, yang selanjutnya berkembang sebagai budaya masyarakat tersebut. 

Kearifan lokal didefinisikan sebagai sebuah kebenaran yang telah menjadi tradisi (Ajeg) dalam suatu daerah ( dikutip dari Gobyah, 2003). Kearifan lokal dapat kita pahami sebagai usaha dari manusia dengan menggunakan segala akal budinya (kognisi) untuk bertindak dan bersikap terhadap sesuatu hal, sebuah objek, atau peristiwa yang terjadi dalam ruang tertentu (di kutip dari Ridwan, 2007).

Masyarakat suku Lampung sendiri merupakan salah satu suku yang dikenal sangat religius. Mayoritas dari masyarakat suku Lampung memang menganut agama Islam, disamping sebagian kecil yang lain menganut beberapa agama lainnya.

Masyarakat suku Lampung juga memiliki nilai - nilai kearifan lokal yang telah menjadi pedoman bagi masyarakat di daerah ini. Beberapa macam jenis kearifan lokal tersebut bahkan tetap lestari dan terjaga hingga sekarang.

PILL PESENGGIRI DAN IMPLEMENTASINYA

Bentuk kearifan lokal masyarakat suku Lampung yang mengandung nilai - nilai dan budaya luhur adalah "Piil Pesenggiri." Piil Pesenggiri mengandung nilai dan filosofi yakni sebagai pandangan hidup masyarakat Lampung yang diletakkan sebagai pedoman dalam tata cara pergaulan untuk memelihara kerukunan, kesejahteraan dan keadilan dalam masyarakat. 

Piil Pesenggiri merupakan harga diri masyarakat suku Lampung yang berkaitan dengan perasaan kompetensi dan nilai pribadi, dan merupakan suatu perpaduan antara kepercayaan dan penghormatan diri. Seseorang yang memiliki  "Piil Pesenggiri" yang kuat dalam dirinya, berarti dia telah memiliki perasaan penuh keyakinan, penuh tanggungjawab, kompeten dan sanggup mengatasi masalah-masalah yang terjadi dalam kehidupan ini.

Etos dan semangat Piil pesenggiri tersebut kemudian mendorong orang untuk bekerja keras, kreatif, cermat, teliti, berorientasi pada prestasi, berani kompetisi dan pantang menyerah atas tantangan yang menghadang di depannya. Itu semua karena mereka mempertaruhkan harga diri dan martabatnya untuk sesuatu yang mulia di tengah-tengah masyarakat.

Unsur-unsur dalam Piil pesenggiri selalu berpasangan, juluk berpasangan dengan adek, nemui dengan nyimah, nengah dengan nyappur, sakai dengan sambai. Penggabungan tersebut bukanlah tanpa sebab dan makna. 

Juluk adek (terprogram, keberhasilan), nemui nyimah (prinsip ramah, terbuka dan saling menghargai), nengah nyappur (prinsip suka bergaul, terjun dalam masyarakat, kebersamaan, kesetaraan),  dan sakai sambaian (prinsip kerjasama, kebersamaan). 

Sementara itu bagi masyarakat suku Lampung Saibatin, mereka menempatkan Piil Pesenggiri dalam beberapa unsur, yakni : 
  • Ghepot delom mufakat (prinsip persatuan)
  • Tetengah tetanggah (prinsip persamaan)
  • Bupudak waya (prinsip penghormatan)
  • Ghopghama delom beguai (prinsip kerja keras)
  • Bupiil bupesenggiri (prinsip bercita-cita dan keberhasilan)

Unsur-unsur Piil Pesenggiri tersebut bukanlah sekedar prinsip kosong belaka, melainkan memiliki nilai-nilai nasionalisme budaya yang luhur yang perlu untuk di dipahami dan diterapkan (di implementasikan) dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. 

Sejatinya Piil Pesenggiri tidak diungkapkan melalui pemujaan diri sendiri dengan  mengorbankan orang lain atau dengan cara mengagungkan seseorang yang jauh lebih unggul dari orang lain, atau menyengsarakan orang lain demi membahagiakan seseorang. 

Seseorang yang memiliki harga diri, maka dia akan lebih bersemangat, lebih mandiri, dan sanggup menerima tantangan, percaya diri, tidak mudah menyerah dan berputus asa, mudah memikul tanggung jawab, mampu menghadapi segala tantangan dan rintangan dalam kehidupan ini dengan lebih baik, dan merasa sejajar dengan orang lain.

Berikut ini adalah unsur-unsur dari Piil Pesenggiri tersebut, antara lain:

1. Juluk-Adek

Kearifan Lokal Suku Lampung Yang Tetap Lestari Dan Terjaga
image via instagram@budayasikam

Kata Juluk-adek (gelar adat) secara etimologi terdiri dari buah suku kata yaitu "juluk" dan "adek", yang masing-masing memiliki makna sebagai berikut:
  • Juluk adalah nama panggilan keluarga dari seorang pria atau wanita yang diberikan pada waktu mereka masih muda atau remaja yang belum menikah.
  • Adek bermakna gelar atau nama panggilan adat bagi seorang pria atau wanita yang sudah menikah yang di berikan melalui sebuah prosesi pemberian gelar adat. 
Akan tetapi panggilan tersebut berbeda dengan "Inai" dan "Amai". Inai adalah sebuah nama panggilan keluarga untuk seorang perempuan yang sudah menikah, yang diberikan oleh pihak keluarga suami atau laki-laki. Sementara Amai adalah nama panggilan keluarga untuk seorang laki-laki yang sudah menikah dari pihak keluarga isteri.

Juluk-adek merupakan hak bagi setiap anggota masyarakat suku Lampung, oleh karena itu juluk-adek merupakan identitas utama yang melekat pada pribadi yang bersangkutan. Biasanya prosesi penobatan juluk-adek ini dilakukan dalam suatu upacara adat. 

Juluk-adek tersebut biasanya akan mengikuti tatanan yang telah ditetapkan berdasarkan pada hirarki status pribadi dalam struktur kepemimpinan adat. Sebagai contoh, misalnya Pengiran, Dalom, Batin, Temunggung, Radin, Minak, Kimas dan sebagainya. Dalam hal ini masing-masing kebuwaian tidak selalu sama, demikian pula dengan urutannya karena tergantung pada adat yang berlaku dalam kelompok masyarakat masing - masing.

Karena juluk-adek melekat pada pribadi seseorang, maka sudah sepatutnya agar setiap anggota masyarakat adat Lampung memiliki kewajiban dan tanggung jawab moral untuk memelihara nama tersebut dengan sebaik-baiknya dalam wujud perilakunya ketika bergaul dengan  masyarakat sehari-hari. 

2. Nemui-Nyimah

Kearifan Lokal Suku Lampung Yang Tetap Lestari Dan Terjaga
image via instagram@adatsenibudayalampung

Kata "Nemui" berasal dari kata benda temui yang berarti tamu, dan kemudian berubah menjadi kata kerja "nemui" yang bermakna mertamu atau berkunjung (silaturahmi). Sementara kata Nyimah berasal dari kata benda "Simah", yang kemudian berubah menjadi kata kerja "nyimah" yang berarti suka memberi (pemurah). 

Dengan demikian maka nemui-nyimah bisa diartikan sebagai sebuah sikap santun, pemurah, tangan terbuka, suka memberi dan menerima sesuai dengan kemampuan. Nemui-nyimah merupakan ungkapan asas kekeluargaan untuk menciptakan suatu sikap keakraban dan kerukunan. 

Nemui-nyimah merupakan kewajiban bagi keluarga dan masyarakat Lampung pada umumnya untuk selalu menjaga tali silaturahmi, dimana ikatan keluarga tetap terpelihara dengan adanya prinsip keterbukaan, kepantasan dan kewajaran.

3. Nengah-Nyappur

Kearifan Lokal Suku Lampung Yang Tetap Lestari Dan Terjaga
image via instagram@adatsenibudayalampung

Kata Nengah berasal dari kata benda, yang kemudian berubah menjadi kata kerja yang berarti berada di tengah. Sementara jata Nyappur berasal dari kata benda cappur, yang kemudian berubah menjadi kata kerja nyappur yang bermakna baur atau berbaur. 

Maka secara harfiah Nengah-Nyappur dapat diartikan sebagai sebuah sikap suka bergaul, suka bersahabat dan toleran kepada orang lain. Nengah-nyappur menggambarkan bahwa anggota masyarakat adat Lampung selalu mengutamakan rasa kekeluargaan dan didukung dengan sikap suka bergaul dan bersahabat baik dengan siapa saja, tidak membedakan suku, agama, derajat, asal usul dan golongannya. 

Sikap suka bergaul dan bersahabat tersebut telah menumbuhkan semangat suka bekerjasama dan tenggang rasa (toleransi) yang tinggi diantara sesama manusia. Oleh sebab itu, maka kemudian kita dapat mengambil kesimpulan bahwasannya sikap Nengah-Nyappur merujuk kepada nilai musyawarah untuk mencapai mufakat. 

Melihat kondisi kehidupan masyarakat Lampung saat ini yang sangat plural, maka dapat dipahami bahwa penduduk di wilayah provinsi Lampung ini telah menjalankan prinsip hidup Nengah-Nyappur dengan sangat baik.

Sikap nengah-nyappur juga menunjukkan sikap ingin tahu yang tinggi, sehingga menumbuhkan sikap kepeloporan. Pandangan atau pemikiran demikian menggabarkan bahwa anggota masyarakat Lampung merupakan bentuk kehidupan yang memiliki jiwa dan semangat kerja keras dan gigih untuk mencapai tujuan masa depannya dalam berbagai bidang kehidupan.

4. Sakai-Sambaiyan

Sakai-Sambaiyan
image via instagram@adatsenibudayalampung

Kata Sakai bermakna memberikan sesuatu kepada seseorang atau sekelompok orang dalam bentuk benda atau jasa yang bernilai ekonomis yang dalam prakteknya cenderung menghendaki untuk saling berbalas. 

Sementara kata Sambaiyan bermakna memberikan sesuatu kepada seseorang, sekelompok orang atau untuk kepentingan umum secara sosial berbentuk benda dan jasa tanpa mengharapkan  adanya balasan.

Artinya, Sakai sambaiyan adalah sikap tolong menolong dan gotong royong, mampu memahami makna kebersamaan atau guyub dan rukun. Sakai-sambayan pada hakekatnya menunjukkan semangat berpartisipasi serta rasa solidaritas yang tinggi terhadap berbagai kegiatan pribadi dan sosial kemasyarakatan pada umumnya.

Dalam prakteknya di masyaraka sendiri,  kearifan lokal harus memiliki keinginan yang membumi untuk memerangi semua bentuk penyelewengan, ketidakadilan, perlakuan yang melanggar HAM. Dengan adanya ikatan dari nilai-nilai kearifan lokal Piil pesenggiri tersebut, maka diharapkan perilaku korupsi, kolusi daan nepotisme dapat di cegah dan diatasi. 

Posting Komentar untuk "Kearifan Lokal Suku Lampung Yang Tetap Lestari Dan Terjaga"