Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Napak Tilas Keraton Kartasura

Napak Tilas Keraton Kartasura
credit:instagram@christiana_sanjaya

Surakarta atau yang juga dikenal dengan nama Solo merupakan sebuah kota yang berada di Provinsi Jawa Tengah. Kota yang dilewati sungai yang terabadikan oleh salah satu lagu keroncong fenomenal, Bengawan Solo. Solo merupakan kota yang kaya akan sejarah dan budayanya. Tak heran bila kota ini menjadi salah satu tujuan wisata sejarah.

Di Solo terdapat juga beberapa tempat tujuan wisata seperti Keraton Surakarta, Keraton Mangkunegaran dan pasar-pasar tradisionalnya yang masih terjaga. Namun banyak yang tidak tahu, sebenarnya ada satu kawasan lagi yang menjadi saksi bisu cikal bakal Keraton Surakarta, yaitu Keraton Kartasura yang masih berdiri kokoh sampai saat ini.

Sebelumnya, bersama Yogyakarta, Solo merupakan pewaris Kerajaan Mataram Islam yang terpecah pada tahun 1755. Eksistensi kota ini dimulai saat Kesultanan Mataram Islam memindahkan kedudukan kerajaan dari Kartasura ke desa Sala yang berada di tepi Bengawan Solo.

Lokasi bekas keraton tersebut berada di Desa Krapyak, Kecamatan Kartasura, Sukoharjo. Keraton ini merupakan salah satu peninggalan yang masih tersisa dari sejarah kejayaan dinasti Kerajaan Mataram Islam di Jawa.

Tidak sulit menemukan keberadaan Keraton Kartasura. Lokasinya berada di bagian barat Kota Solo, dibutuhkan waktu sekitar 15 menit perjalanan menggunakan kendaraan. Terletak sekitar 300 meter ke selatan dari pasar Kartasura dan dari situ sudah bisa terlihat benteng setinggi 4 meter yang dulunya digunakan sebagai pertahanan Keraton.

Benteng yang mengelilingi luas lahan sekitar 2,5 hektar tersebut adalah benteng Srimanganti, yang saat ini berada di antara pemukiman warga. Benteng setebal dua meter tersebut masih kokoh berdiri sebagai saksi bisu berdirinya Keraton Kartasura pada tahun 1680 hingga 1742. Saat itu Keraton Kartasura dipimpin oleh Amangkurat II.

Sebelum Keraton Kartasura dibangun, pusat Kerajaan Mataram Islam berlokasi di Plered. Namun semua itu berubah ketika pemberontakan Trunajaya yang dimulai dari Madura yang selanjutnya diteruskan ke ibu kota Mataram. 

Saat itu Kerajaan Mataram yang dipimpin oleh Sunan Amangkurat I mengalami kekalahan, sehingga terpukul mundur, musuh menguasai Keraton. Raja beserta keluarga dan pasukannya mundur sementara dan lari untuk menggalang kekuatan.

amangkurat 1
credit:instagram@desakebangsaan

Namun sayang dalam pelarian tersebut Sunan Amangkurat I meninggal karena sakit. Secara otomatis tahta kerajaan diserahkan kepada anaknya yang saat itu bergelar Adipati Anom yang kemudian mendapat gelar Sunan Amangkurat II usai menerima tahta.

Sunan Amangkurat II melanjutkan perjuangan mendiang ayahnya. Usai menggalang kekuatan dengan dibantu belanda akhirnya Amangkurat II berhasil merebut kembali  Keraton Plered pada tahun 1980.

Namun Amangkurat II sudah tak mempunyai keinginan untuk menempati keraton tersebut lantaran sudah dikuasai oleh musuh. Menurut kepercayaan Jawa, rumah yang sudah dikuasai oleh musuh itu sudah tidak suci, jadi harus membuat rumah di lokasi yang baru. 

Saat itu Amangkurat II mendapat masukan agar membuat keraton yang baru di daerah Wonokerto dan disetujuinya. Keraton pun dibangun dan ditempati, keraton tersebut oleh Sunan Amangkurat diberi nama Keraton Surakarta Hadiningrat.

Setelah itu perang kembali pecah dan menghiasi kisah Keraton Kartasura. Pemberontakan yang paling terkenal sekaligus mengakhiri Kerajaan Kartasura adalah Geger Pecinan. Pemberontakan yang berlangsung pada tahun 1742 ini didalangi oleh Mas Garedhi.

Kala itu pemberontakan yang juga dibantu oleh etnis Tionghoa tersebut berhasil menghancurkan Keraton Kartasura. Saat itu tahta Keraton dipegang oleh Pakubuwono II, pihak Keraton kalah dan mundur untuk melarikan diri ke Ponorogo. 

Setahun kemudian, tepatnya pada tahun 1743 Pakubuwono II kembali ke Kartasura karena berhasil mengalahkan pemberontak.  

Namun naas, kondisi Keraton sudah rata dengan tanah, lantas ia pun memilih untuk memindahkan ibu kota kerajaan. Sala yang saat ini dikenal dengan Surakarta menjadi tempat pilihan Pakubuwono II, keraton pun dibangun dan ditempati pada tahun 1745.

Begitulah sejarah singkat dari Keraton Kartasura, sekarang mari kita masuk ke dalam benteng Srimanganti. Benteng seluas 2,5 Ha ini adalah bekas kompleks utama dari Keraton Kartasura. Benteng setinggi 4 meter ini merupakan pertahanan terakhir yang mengitari Keraton Kartasura sebagai dinding pertahanan.

dinding-keraton-kartasura

Saat ini benteng setebal 2 meter ini pada bagian dalamnya dijadikan kompleks pemakaman makam keluarga keraton dan keturunannya. Tak heran bila ketika kita ke sana melihat beberapa peziarah, mereka kebanyakan adalah kerabat keraton. Tak jarang beberapa peziarah yang lain adalah orang yang mencari wangsit di tempat ini.

Tempat yang sering dikunjungi adalah bangunan utama keraton yang berada di sisi timur. Tampak dua buah batu setinggi 50 centimeter berada di tengah-tengah area ubin seluas 4×4 meter. Batu tersebut berada di samping beringin raksasa dengan tinggi sekitar 20-an meter. Tempat tersebut merupakan petilasan raja dari Keraton Kartasura ketika berkuasa.

Suasana mistis kental terasa dari petilasan tersebut. Hal itu tampak dengan banyaknya rumput liar yang tumbuh subur dimana-mana, menunjukkan Keraton Kartasura yang terbengkalai dan kurang terawat. Ditambah lagi dengan adanya dupa dan bunga-bunga yang ditebar di sekitar tempat tersebut.

Di belakang petilasan tersebut, tepatnya di sebelah utara tampak jelas bekas lubang besar berdiameter 2 meter. Lubang tersebut diyakini dibuat oleh Mas Garedhi yang menerobos masuk bersama komplotannya dan langsung ke jantung Keraton. 

Meski lubang tersebut telah ditutup oleh pengelola namun masyarakat sekitar menganggap lubang tersebutlah yang mengawali kehancuran  Keraton Kartasura. Beberapa warga pun menganggap lokasi tersebut angker.

Sementara itu benteng Baluarti yang berada di barat Srimanganti kondisinya tidak terawat. Benteng tersebut saat ini hanya memiliki ketinggian sekitar 2 meter dengan kondisi yang memprihatinkan lantaran tidak dirawat. Ditambah lagi karena adanya pemukiman warga yang menggusur sebagian dinding benteng untuk dijadikan perumahan.

Sedang untuk bangunan lainnya seperti bangunan utama Keraton, Gunung Kunci (taman kerajaan), Masjid Agung, Gedong Obat (penyimpanan mesiu). Tangsi Kompeni (barak militer) sudah dibawa semua ke Keraton yang baru (Keraton Surakarta) pada tahun 1745 atau setelah pemindahan keraton. 

Satu-satunya peninggalan dari Keraton Kartasura yang masih tersisa adalah dua benteng, Srimanganti dan Baluarti.

Posting Komentar untuk " Napak Tilas Keraton Kartasura "