Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Tanjidor, Musik Tradisional Betawi Yang Kian Tergerus Jaman

 

tanjidor-betawi

Harmoni indah tercipta saat sekelompok kakek-kakek dengan lihai memainkan serangkaian nada yang mengalun lewat instrumen tiup mereka. Tenggelam dalam khayalan, saya merenung. Usia tak lagi menjadi penghalang bagi kreativitas mereka dalam menghidupkan musik tradisional yang sekaligus melestarikan akar budaya yang hampir terkikis oleh arus modernitas. 

Namun, sayangnya, musisi-musisi Tanjidor semakin jarang terdengar, pasalnya regenerasi yang tak memadai telah memupus semangat mereka. Generasi muda yang seharusnya menjadi penerus tradisi, justru lebih tertarik dengan band-band modern yang memainkan lagu-lagu manis dengan sentuhan sedikit distorsi. 

Namun demikian, Tanjidor masih sesekali memancarkan pesonanya melalui pentas-pentas khusus yang mereka isi dengan keindahan musik warisan.

Tanjidor: Mengulas Akar Sejarah dan Makna

Tanjidor, sebuah kata yang merujuk pada musik, mengambil inspirasi dari bahasa Portugis, "tangedor," yang berarti alat musik berdawai. Namun, begitu sampai di tanah Betawi, artinya berubah menjadi "musik brass." 

Alat musik ini dimainkan oleh sekelompok 7 hingga 10 orang, dengan dominasi instrumen tiup seperti klarinet, trombone, piston, saksofon tenor, saksofon bas, serta instrumen perkusi seperti membranofon, tambur, dan simbal. Menurut beberapa literatur, Tanjidor berasal dari seorang mantan tawanan yang berhasil meraih kemerdekaannya (mardijkers), yang dikenal dengan nama Augustijn Michiels (1769 – 1833) atau akrab dipanggil Mayor Jantje.

Kesenian Tanjidor: Antara Harmoni dan Keterbatasan

Meskipun Tanjidor adalah perwujudan seni murni untuk kepuasan batin dan kesenangan semata, banyak musisi Tanjidor pada masa itu yang tak memiliki pemahaman tentang not balok. Namun, keunikannya muncul dari perpaduan harmoni yang dihasilkan dari instrumen-instrumen tiup dan instrumen perkusi, menciptakan sebuah harmoni unik yang membuat kelompok musik ini dihargai. 

Tidak hanya itu, lagu-lagu yang mereka mainkan biasanya penuh dengan irama ceria atau bahkan bernuansa mars. Nama-nama seperti Kramton, Bananas, Cente Manis, Kramat Karem, Merpati Putih, Surilang, Jali-Jali, Kicir-Kicir, Sang Kodok, hingga Sirih Kuning adalah beberapa di antaranya. Kemungkinan besar, karakter riang dari kesenian ini tercermin dari warisan budaya jenaka suku Betawi.

Menggugah Kenangan: Tanjidor dalam Era Modern

Dalam perjalanan waktu yang tak terelakkan, Tanjidor semakin terperosok oleh perubahan zaman. Keberadaannya saat ini semakin terbatas, hanya dapat ditemui pada acara-acara budaya tertentu seperti pagelaran seni, upacara pernikahan tradisional Betawi, khitanan, atau bahkan dalam acara penyambutan tamu penting. 

Hanya beberapa kelompok Tanjidor yang bertahan, seperti Grup Tanjidor Putra Mayangsari yang diasuh oleh Marta Nyaat dari Cijantung, yang merupakan generasi keempat dari tradisi ini. Ada juga Pusaka yang berasal dari Jagakarsa, serta Tiga Saudara yang sudah eksis sejak tahun 1973 di Srengseng Sawah. Bahkan, sebagian kelompok mencoba menghidupkan kembali minat masyarakat dengan menggabungkan Tanjidor dengan Tari Topeng dan pertunjukan lenong (Jipeng).

Kesimpulan

Tanjidor, sebagai warisan budaya Betawi yang kini semakin terpinggirkan, menyimpan harmoni-harmoni yang mengalun di tengah arus waktu. Meskipun menghadapi tantangan dalam meraih tempat di hati generasi muda, keunikan dan pesona musik ini masih mampu mempesona pada saat-saat tertentu. Seiring dengan upaya pelestarian dan penggalian ulang minat masyarakat, diharapkan Tanjidor dapat terus mengalun sebagai bagian yang tak terpisahkan dari identitas budaya kita.

FAQs (Pertanyaan yang Sering Ditanyakan)

Apa yang membuat Tanjidor begitu unik dalam panorama musik tradisional?

Tanjidor unik karena menggabungkan instrumen tiup dan perkusi dalam harmoni yang khas. Musiknya mengalun riang dengan sentuhan khas etnik Betawi, memberikan nuansa ceria dan mars yang khas.

Siapakah tokoh kunci dalam perkembangan awal Tanjidor?

Tokoh kunci dalam perkembangan awal Tanjidor adalah Augustijn Michiels atau Mayor Jantje, seorang mantan tawanan yang berperan dalam mewujudkan genre musik ini.

Bagaimana karakteristik melodi Tanjidor, dan mengapa banyak lagunya bernuansa ceria?

Melodi Tanjidor menggabungkan instrumen tiup dan perkusi dalam harmoni. Lagu-lagunya bernuansa ceria karena mencerminkan tingkah polah etnik Betawi yang jenaka dan riang.

Bagaimana pengaruh perubahan zaman terhadap eksistensi Tanjidor?

Perubahan zaman telah menggerus eksistensi Tanjidor. Kehadirannya kini terbatas pada acara budaya dan tradisional tertentu, sementara generasi muda cenderung tertarik pada bentuk hiburan modern.

Apa saja upaya yang dilakukan untuk melestarikan dan mempopulerkan kembali seni Tanjidor di era modern?

Beberapa upaya untuk melestarikan Tanjidor di era modern termasuk memadukannya dengan tarian tradisional seperti Tari Topeng dan lenong (Jipeng), serta melibatkan kelompok-kelompok Tanjidor dalam pagelaran seni dan acara-adara tradisional.

Posting Komentar untuk "Tanjidor, Musik Tradisional Betawi Yang Kian Tergerus Jaman"