Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Sejarah Perkembangan Batik Yogyakarta

Sejarah Perkembangan Batik Yogyakarta
credit:instagram@batikadiningrat

Indonesia memang dikenal kaya dengan berbagai macam seni, tradisi, pakaian adat dan kebudayaan. Salah satunya adalah batik. Batik Indonesia memiliki berbagai macam pola dan motif. Di Indonesia terdapat sebuah tempat yang sangat kaya akan nilai seni batik, yaitu kota Yogyakarta dengan Batik Yogyakarta-nya.

Sejarah Perkembangan Batik Yogyakarta 

Batik ini sangat khas, terutama dalam hal motif  yang dimilikinya. Kata batik berasal dari gabungan dua kata dalam bahasa jawa yaitu “amba” yang berarti menulis dan “titik” yang memiliki arti titik. Batik sebenarnya adalah salah satu cara pembuatan bahan pakaian. 

Pembuatan batik mengacu pada dua hal, yang pertama adalah teknik pewarnaan kain dengan menggunakan malam untuk mencegah pewarnaan sebagian dari kain atau sebagai pembatas.

Dalam banyak tulisan di dunia, teknik pewarnaan kain ini dikenal dengan nama wax-resist dyeing. Khusus untuk Batik Yogyakarta, kain atau busana yang dibuat dengan teknik khusus tersebut memiliki motif-motif tertentu yang sangat khas. 

Seni pewarnaan kain dengan teknik “menghalangi” warna masuk dengan menggunakan bahan baku malam sebagai bahan penghalangnya adalah salah satu bentuk seni rupa kuno. Di Mesir, teknik pewarnaan ini telah dikenal sejak abad ke-4 sebelum masehi.

Pembuktiannya adalah dengan ditemukannya kain pembungkus mumi yang juga dilapisi dengan malam untuk membentuk pola. Di Negara Asia lainnya, teknik pewarnaan seperti batik juga diterapkan di Tiongkok pada masa Dinasti Tang serta di India dan Jepang semasa Periode Nara. Di Afrika, teknik pewarnaan sejenis batik ini dikenal oleh suku Yoruba di Nigeria, serta Suku Soninke dan Wolof di Senegal.

Di Indonesia sendiri, batik dipercaya sudah ada semenjak zaman kerajaan Majapahit yang akhirnya menjadi sangat populer pada akhir abad XVIII atau awal abad XIX. Batik yang saat itu dihasilkan adalah batik tulis sampai awal abad ke XX. 

Sedangkan batik cap baru dikenal setelah Perang Dunia I atau sekitar tahun 1920-an. Dari kerajaan yang berada di Yogyakarta pada abad 17, 18 dan 19 akhirnya batik berkembang luas khususnya di wilayah Pulau Jawa.

Pada awalnya, membatik hanyalah sebuah hobi dari para keluarga raja dalam berhias pakaian. Namun, hobi membatik ini ternyata bisa berkembang dan menjadi komoditi perdagangan. Asal usul Batik Yogyakarta dikenal pada masa kerajaan mataram ke-I dengan Raja Panembahan Senopati. 

Daerah yang menjadi tempat pembuatan Batik Yogyakarta ialah desa Plered. Pembatikan pada masa itu terbatas dalam lingkungan keluarga keraton yang dikerjakan oleh wanita-wanita pembantu ratu. 

Dari sini, Batik Yogyakarta meluas pada trap pertama di keluarga keraton lainnya, yaitu istri dari abdi dalem dan tentara-tentara. Pada upacara resmi keluarga keraton baik pria maupun wanita memakai pakaian dengan kombinasi batik dan jurik. 

Ketika kerajaan mendapat kunjungan dari rakyat, maka rakyat pun tertarik pada pakaian yang dikenakan oleh para keluarga keraton dan akhirnya ditiru oleh rakyat. Tidak perlu waktu yang lama, batik keraton pun segera meluas dan keluar dari dalam lingkungan tembok keraton.

Peperangan yang sering terjadi pada zaman dahulu antara keluarga raja-raja dengan penjajah Belanda, menjadikan banyak keluarga raja yang mengungsi dan menetap di daerah-daerah baru, antara lain Banyumas, Pekalongan, Ponorogo, Tulungagung dan sebagainya. Ilmu membatik pun segera menular dan meluas sampai ke daerah-daerah di luar Yogyakarta.

Mulai pada abad ke 18, keluarga keraton yang mengungsi inilah yang mengembangkan pembatikan pada seluruh pelosok pulau Jawa yang ada dan berkembang menurut alam. Perang Pangeran Diponegoro melawan Belanda mendesak sang pangeran dan keluarga serta para pengikutnya harus meninggalkan daerah kerajaan tersebut. 

Mereka menyebar ke arah timur dan barat. Kemudian di daerah–daerah baru itu, para keluarga dan sahabat Pangeran Diponegoro mengembangkan Batik Yogyakarta.

Ke arah timur pulau Jawa, Batik Yogyakarta menyempurnakan corak batik yang telah ada di Mojokerto serta Tulungagung. Selain itu juga menyebar ke Gresik, Surabaya dan Madura. Sedangkan ke arah barat pulau Jawa, batik berkembang di daerah Banyumas, Pekalongan, Tegal, dan Cirebon.

Batik Yogyakarta adalah salah satu dari batik Indonesia yang pada awalnya dibuat terbatas yang hanya diperuntukkan bagi keluarga keraton saja. Setiap motif yang terwujud dalam goresan canting pada kain batik ini adalah sarat akan berbagai makna atau cerita. 

Hal inilah yang membedakan batik ini dengan batik-batik lain yang menjaga eksklusivitas dari sebuah mahakarya seni dan budaya Indonesia. 

Batik Yogyakarta di bagi dalam beberapa kelompok motif, seperti motif bouquet, motif ceplok, motif kawung, motif kelir, motif lereng, motif parang, motif seling, motif sidoluhur, motif sogan, motif truntum, motif tumpal, motif udan liris, serta motif wirasat. 

Untuk bahan bisa menggunakan kain sesuai dengan keinginan. Proses pembuatan dan jenis produknya dikelompokkan menjadi beberapa kelompok utama yakni Batik Cap, Batik Cap Sutera, Batik Tulis Kombinasi Cap, Batik Tulis Sutera, Blus Sutera, Hem Batik, Kemeja Batik, dan Sarimbit.

Motif batik tradisional lah yang sering dipakai oleh keluarga keraton Yogyakarta. Sekarang Batik Yogyakarta dapat digunakan sebagai baju kimono/ baju khas Negara Jepang. 

Selain batik menjadi fungsi sebagai seni rupa murni, batik juga dapat berfungsi sebagai seni terapan seperti seragam sekolah, seragam untuk acara pernikahan, seragam untuk kantor dan untuk kepentingan lainnya.

Beberapa Dinas Pemerintahan Yogyakarta juga turut berpartisipasi menggunakan Batik Yogyakarta. Dinas pemerintahan tersebut diantaranya adalah Pemerintah Kota Yogyakarta, Dinas Perizinan Kota Yogyakarta BKKBC (Badan Kependudukan, Keluarga Berencana dan Catatan Sipil) Kota Yogyakarta, BCA (Bank Central Asia) Yogyakarta, Bererapa BPR (Bank Perkreditan Rakyat) di Yogyakarta dan Dinas Kehutanan Provinsi DIY.

Yogyakarta dikenal sebagai kota batik yang memiliki berbagai motif, baik batik klasik maupun batik modern. Motif dari Batik ini ada sekitar 400 motif. Diantaranya adalah motif perang, motif geometri, motif banji, motif tumbuhan menjalar, motif tumbuhan air, motif bunga, motif satwa dalam alam kehidupan dan lain-lain.

Teknik dan Proses Pembuatan Batik

Dalam pembuatan batik Yogyakarta terdapat teknik-teknik pembuatan batik. Waktu yang dibutuhkan untuk mengerjakan batik tersebut berbeda-beda. Hal itu sesuai dengan tingkat kerumitan serta teknik yang digunakannya. Menurut teknik pembuatannya, Batik dari Yogyakarta bisa dibagi atas beberapa jenis, yaitu sebagai berikut.

Batik Tulis, adalah kain yang dihias dengan teksture dan corak batik menguunakan tangan. Pembuatan satu helai kain batik jenis ini memakan waktu kurang lebih 2-3 bulan.

Batik Cap, adalah kain yang dihias dengan teksture dan corak batik yang dibentuk dengan cap atau stempel yang biasanya terbuat dari tembaga. Proses pembuatan satu helai kain batik jenis ini membutuhkan waktu kurang lebih hanya 2-3 hari.

Batik Lukis, adalah proses pembuatan batik dengan cara langsung melukis pada kain putih yang akan diberi motif.  

Untuk menghasilkan sebuah batik ternyata harus melewati proses yang lumayan panjang. Proses tersebut dilakukan secara bertahap guna menghasilkan batik yang bagus serta berkualitas. 

Proses pembuatan batik tersebut adalah sebagai berikut:

1. Memotong bahan baku sesuai dengan yang dikehendaki.

Mengetel, yaitu menghilangkan kanji dari kain dengan cara membasahi kain tersebut dengan larutan minyak kacang, soda abu, tipol, dan air secukupnya, lalu kain diuleni. Setelah rata kemudian dijemur sampai kering lalu diuleni lagi dan dijemur kembali. 

Proses tersebut dilakukan secara berulang-ulang sampai tiga minggu lamanya, lalu dicuci sampai benar-benar bersih. Proses ini dilakukan agar zat warna bisa meresap ke dalam serat kain dengan sempurna.

2. Nglengreng

Yaitu menggambar langsung pada kain dengan menggunakan alat yang disebut canting dan kemudian dicelupkan ke dalam cairan lilin yang telah disiapkan atau mengecap langsung pada kain dengan alat tersendiri.

3. Isen-isen, adalah memberi variasi pada ornament (motif) yang telah dilengreng/digambar.

4. Nembok, yaitu menutup atau mengeblok bagian dasar kain yang tidak perlu diwarnai.

5. Ngobat, adalah mewarnai batik yang sudah ditembok dengan cara dicelupkan pada larutan zat warna.

6. Nglorod, yaitu proses menghilangkan lilin dengan cara direbus dalam air mendidih. Proses ini sudah memasuki proses finishing.

7. Proses terakhir adalah pencucian setelah lilin terlepas dari kain, kemudian dicuci sampai bersih lalu dijemur. 

Dengan adanya kesenian batik di Indonesia yang semakin berkembang di berbagai daerah, akhirnya batik dikenal dan digemari juga oleh orang asing. Mereka menganggap batik sebagai ikon negara Indonesia. 

Dan dengan berkembangnya zaman, kini kain batik telah dikombinasikan dengan berbagai bahan lain seperti tenun dan sebagainya. 

Walaupun batik telah menyebar di berbagai daerah di Indonesia, tetaplah Batik Yogyakarta yang menjadi sejarah awal terciptanya kesenian batik di Indonesia. Batik sekarang telah digunakan oleh semua kalangan tak hanya dari keluarga keraton saja.    

Posting Komentar untuk "Sejarah Perkembangan Batik Yogyakarta"