Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Sejarah, Budaya, Kearifan Lokal dan Tradisi Suku Bajo

Sejarah, Budaya, Kearifan Lokal dan Tradisi Suku Bajo
credit : flickr.com

Suku bangsa nomaden di Indonesia, Suku Bajo juga dikenal sebagai Suku Sama atau Suku Bajau. Karena itu, banyak orang menyebut mereka sebagai Gipsi Laut.

Orang Bajo dulunya disebut sebagai pengembara atau orang yang tinggal di perahu mereka. Namun, kini banyak warga Bajo yang membangun rumahnya di laut dangkal.

Orang Bajo disebut sebagai "manusia maritim" karena mereka tinggal di daerah pesisir dan merupakan suku yang terkenal dengan kemampuan mereka dalam mengarungi laut. Mereka memiliki kegiatan utama yang terkait dengan laut, yaitu pemancingan, dan terkenal dengan teknik pemancingan yang unik yang disebut "bubu". 

Selain itu, mereka juga terlibat dalam berbagai kegiatan nelayan lainnya, seperti perikanan, penangkapan udang, dan lainnya.

Orang Bajo juga memiliki pengetahuan yang luas tentang ikan dan laut, termasuk cara menangkap ikan dengan teknik pemancingan yang unik, cara mengidentifikasi jenis ikan yang dapat dikonsumsi, dan cara memanfaatkan berbagai bagian ikan untuk keperluan makanan dan lainnya. 

Selain itu, mereka juga memiliki pengetahuan tentang cuaca dan iklim di daerah pesisir, serta cara menyesuaikan kegiatan nelayan mereka sesuai dengan kondisi cuaca yang ada.

Karena kegiatan dan pengetahuan mereka yang terkait dengan laut, orang Bajo disebut sebagai "manusia maritim" atau "manusia laut". Mereka dianggap sebagai suku yang sangat terkait dengan laut dan hidupnya tergantung pada keberlangsungan sumber daya laut yang ada.

Sejarah Asal Usul Suku Bajo

Kepulauan Sulu di Filipina utara adalah tempat suku Bajo diklaim berasal ratusan tahun lalu. Beberapa dari mereka melakukan perjalanan ke Sabah, berbagai daerah di Indonesia, bahkan Kepulauan Madagaskar.

Suku Bajo tersebar di beberapa wilayah Sulawesi di Indonesia sendiri. Orang Bajo dikatakan tinggal dekat dengan Taman Nasional Kepulauan Togean di Sulawesi Tengah. Mereka bermukim di Desa Bajoe, Kabupaten Bone, yang terletak di Sulawesi Selatan di pesisir Teluk Bone. 

Mereka tinggal di dekat garis pantai Teluk Tomini di Gorontalo. Mereka juga tersebar di provinsi-provinsi timur Indonesia seperti Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan lain-lain.

Berbeda dengan suku Bajo di Filipina, suku Bajo di Indonesia telah mengalami adaptasi budaya dengan penduduk setempat. Mereka memiliki dialek dan intonasi yang berbeda. Mayoritas suku Bajo di Indonesia juga sudah tidak lagi nomaden; sebaliknya, mereka sekarang hidup menetap di pantai dengan rumah sederhana namun layak huni dan telah melepaskan kepercayaan Animisme/Dinamis mereka.

Unsur - unsur Kebudayaan Suku Bajo

Beberapa unsur kebudayaan yang terkait dengan suku Bajo meliputi:

Bahasa

Suku Bajo menggunakan bahasa daerah yang khas yang disebut bahasa Bajo. Bahasa ini terdiri dari beberapa dialek yang berbeda yang dipakai di daerah-daerah tertentu.

Musik dan tarian

Suku Bajo memiliki musik dan tarian tradisional yang khas, termasuk lagu-lagu dan tarian yang terkait dengan kegiatan nelayan dan acara-acara adat.

Seni ukir

Suku Bajo terkenal dengan seni ukir kayu yang indah. Mereka menggunakan teknik ukir yang khas untuk membuat berbagai macam objek, seperti tempat tidur, meja, kursi, dan alat-alat nelayan.

Seni tato

Suku Bajo juga memiliki tradisi seni tato yang kuat. Mereka menggunakan teknik tato yang khas untuk menghias tubuh mereka dengan pola-pola yang indah.

Seni tenun

Suku Bajo juga memiliki tradisi seni tenun yang kuat. Mereka menggunakan benang-benang dari serat-serat alam untuk menenun berbagai macam kain dengan motif-motif yang indah.

Budaya adat

Suku Bajo memiliki budaya adat yang kuat, termasuk ritual-ritual dan upacara-upacara yang terkait dengan kelahiran, pernikahan, dan kematian. Mereka juga memiliki sistem kekerabatan yang kompleks dan tradisi-tradisi yang terkait dengan penyelenggaraan acara-acara adat.

Kegiatan nelayan

Pemancingan adalah kegiatan utama bagi suku Bajo. Mereka menggunakan teknik pemancingan yang unik yang disebut "bubu" untuk menangkap ikan di laut.

Bagaimana Sistem Kekerabatan Suku Bajo?

suku-bajo
cedit : flickr.com

Suku Bajo memiliki sistem kekerabatan yang kompleks yang disebut "sistem kekerabatan patrilineal". Dalam sistem ini, hubungan kekerabatan diakui melalui garis keturunan ayah. Setiap orang dalam suku Bajo dapat dengan mudah menentukan bagaimana hubungan kekerabatannya dengan orang lain dalam suku tersebut dengan mengikuti garis keturunan ayah.

Dalam sistem kekerabatan patrilineal, anak-anak dianggap sebagai anggota kelompok ayah mereka, dan hubungan kekerabatan dengan orang tua dan saudara seayah diakui secara kuat. Hubungan kekerabatan dengan orang tua dan saudara seibu juga diakui, tetapi tidak sesuai dengan hubungan kekerabatan dengan orang tua dan saudara seayah.

Sistem kekerabatan patrilineal juga mempengaruhi struktur keluarga suku Bajo. Keluarga besar dianggap sebagai unit terbesar dalam sistem kekerabatan, dan keluarga kecil (termasuk orang tua, anak-anak, dan cucu) dianggap sebagai bagian dari keluarga besar. Setiap anggota keluarga besar dianggap sebagai saudara dan diakui secara kuat.

Sistem kekerabatan patrilineal juga mempengaruhi tradisi-tradisi suku Bajo, termasuk ritual-ritual dan upacara-upacara yang terkait dengan kelahiran, pernikahan, dan kematian. Mereka juga memiliki tradisi-tradisi yang terkait dengan penyelenggaraan acara-acara adat, seperti upacara pernikahan atau upacara kematian, yang dilakukan sesuai dengan hubungan kekerabatan yang ada.

Nilai - Nilai Luhur Suku Bajo

Beberapa nilai-nilai luhur yang terkait dengan suku Bajo meliputi:

Persaudaraan

Suku Bajo menghargai persaudaraan dan solidaritas sosial yang tinggi. Mereka selalu saling membantu dan bekerja sama dalam menghadapi tantangan-tantangan yang dihadapi.

Keadilan

Suku Bajo menghargai keadilan dan menekankan pentingnya memperlakukan semua orang dengan adil. Mereka juga menghargai hak-hak asasi manusia dan memperjuangkan keadilan sosial.

Tanggung jawab sosial

Suku Bajo menghargai tanggung jawab sosial dan selalu berusaha untuk membantu sesama yang membutuhkan. Mereka juga menghargai keberlanjutan dan selalu berusaha untuk tidak merusak lingkungan.

Ketekunan

Suku Bajo menghargai ketekunan dan keuletan dalam bekerja. Mereka selalu berusaha keras untuk mencapai tujuan mereka dan tidak mudah menyerah di hadapan tantangan.

Kepemimpinan

Suku Bajo menghargai kepemimpinan yang adil dan bijaksana. Mereka menghargai pemimpin yang mampu memimpin dengan baik dan memperjuangkan kepentingan bersama.

Kearifan Lokal Suku Bajo

Suku Bajo memiliki beberapa kearifan lokal yang terkait dengan kegiatan nelayan, budaya adat, dan lingkungan mereka. 

Berikut ini adalah beberapa contoh kearifan lokal suku Bajo:

Kebijakan "sasi" dalam kegiatan nelayan

Sasi adalah sistem rotasi kegiatan nelayan yang digunakan oleh suku Bajo. Sasi memungkinkan suku Bajo untuk mengelola sumber daya ikan dengan lebih bijak dengan cara mengatur waktu kegiatan nelayan di daerah-daerah tertentu secara bergantian.

Pengetahuan tentang ikan dan laut

Suku Bajo memiliki pengetahuan yang luas tentang ikan dan laut, termasuk cara menangkap ikan dengan teknik pemancingan yang unik, cara mengidentifikasi jenis ikan yang dapat dikonsumsi, dan cara memanfaatkan berbagai bagian ikan untuk keperluan makanan dan lainnya.

Pengetahuan tentang tumbuh-tumbuhan

Suku Bajo juga memiliki pengetahuan tentang tumbuh-tumbuhan yang tumbuh di sekitar daerah mereka, termasuk cara menanam, memanen, dan memanfaatkan tumbuh-tumbuhan tersebut untuk keperluan makanan, obat-obatan, dan lainnya.

Pengetahuan tentang cuaca dan iklim

Suku Bajo juga memiliki pengetahuan tentang cuaca dan iklim di daerah mereka, termasuk cara memprediksi cuaca di masa yang akan datang dan cara menyesuaikan kegiatan nelayan mereka sesuai dengan kondisi cuaca yang ada.

Penghargaan terhadap alam

Suku Bajo memiliki rasa hormat yang tinggi terhadap alam dan sumber daya alam yang mereka miliki. Mereka memahami bahwa keberlangsungan hidup mereka tergantung pada keseimbangan alam dan selalu berusaha untuk mengelolanya dengan bijak.

Tradisi Laut Suku Bajo

Ilmuwan tertarik dengan suku Bajo karena dapat mempelajari sejarah, adat istiadat, dan perubahannya. Suku Bajo dahulu terkenal dengan adat bahari mamia kadialo.

Tradisi mamia kadialo mengacu pada berkumpulnya orang-orang di atas perahu saat mereka melakukan perjalanan panjang di laut. Tradisi mamia kadialo terbagi menjadi tiga kategori, antara lain:

Palilibu adalah praktik perjalanan melalui laut dengan perahu soppe bertenaga dayung. Hanya dalam satu atau dua hari, pergi ke laut, lalu kembali ke pemukiman untuk menjual tangkapan Anda dan membaginya dengan orang yang Anda cintai.

Sebuah perahu besar berukuran kira-kira 4 kali 2 meter, yang disebut leppa atau sopek, digunakan untuk bapongka (babangi), kegiatan menangkap ikan yang berlangsung selama beberapa minggu atau bahkan berbulan-bulan. Keluarga, seperti istri dan anak, sering dimasukkan dalam bapongka, bahkan ada yang melahirkan di atas perahu.

Praktek menghabiskan beberapa bulan di laut di wilayah antar pulau dikenal sebagai sakai. Ada batasan baik bagi keluarga yang ditinggalkan maupun bagi mereka yang melaut ketika rombongan mengalami mamia kadialo (melaut).

Suku Bajo tersebar karena adat ini di berbagai tempat. karena dulu mereka mencari ikan sejauh mungkin dan menetap di tempat yang seharusnya.

Penyelam Orang Bajo Bisa Diandalkan

penyelam-suku-bajo
credit : flickr.com

Tanpa bantuan, orang Bajo bisa bertahan 13 menit di kedalaman hingga 60–70 meter. Yang mereka pakai hanyalah kacamata renang kayu untuk mencegah air masuk ke mata mereka.

Suku Bajo mahir berenang dan menjelajahi lautan. Menurut bukti ilmiah, limpa orang Bajo biasanya 50% lebih besar daripada orang dari kelompok etnis lain. Limpa orang Bajo yang besar menyebabkan darah mereka menghasilkan lebih banyak oksigen, yang menguntungkan mereka.

Tak puas dengan itu, para ilmuwan pun menemukan keberadaan gen PDE10A di Suku Bajo. Hanya anggota Suku Bajo yang memiliki gen langka ini. Menurut para ahli, gen tersebut mengatur beberapa hormon tiroid. Ukuran limpa berhubungan dengan hormon tiroid. Ukuran limpa meningkat dengan peningkatan kadar hormon tiroid.

Tubuh orang Bajo dapat beradaptasi secara efektif dengan kedalaman dan ketinggian yang luar biasa. Saat orang normal menyelam ke laut, pembuluh darahnya akan pecah, yang mengakibatkan kematian.

Penduduk Bajo bergerak di bidang perikanan. Generasi demi generasi mendapat manfaat dari pengalaman mereka sebagai penjelajah laut. 

Para orang tua Suku Bajo telah mengajarkan keterampilan memancing dan menyelam kepada anak-anak mereka sejak mereka masih kecil. Mereka menyelam untuk mencari ikan, gurita, atau biota laut lainnya. Maka tak heran jika mereka memiliki kemampuan menyelam yang luar biasa.

Posting Komentar untuk "Sejarah, Budaya, Kearifan Lokal dan Tradisi Suku Bajo"