Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Sejarah dan Adat Suku Toraja

anak-suku-toraja

Menurut mitos dan kepercayaan yang berkembang di masyarakat, Suku Toraja tidak berasal dari Sulawesi Selatan, melainkan berasal dari nirwana atau dunia gaib. Konon, mereka turun dari nirwana dan pertama kali tinggal di Pulau Lebukan sebelum akhirnya datang ke pulau Sulawesi.

Saat pertama kali tiba di Sulawesi, Suku Toraja tinggal di daerah danau Tempe yang didiami oleh suku Bugis. Seiring berjalannya waktu, sebagian warga Bugis ini memutuskan untuk pindah ke Kandora dan Enrekang. Mereka yang pindah inilah yang kemudian dikenal sebagai suku Toraja dan daerah yang mereka tinggali dinamakan Tana Toraja.

Meskipun mitos ini berkembang di masyarakat, namun sebaiknya kita tidak menganggapnya sebagai fakta yang benar. Ada baiknya kita menghargai dan mempelajari mitos dan kepercayaan yang berkembang di masyarakat sebagai bagian dari warisan budaya yang perlu dilestarikan.

Kehidupan dan Kepercayaan Suku Toraja

Dalam kehidupan bernegara, suku Toraja membagi wilayahnya menjadi lima bagian daerah yang meliputi Makale, Sangalla, Mengkendek, serta dua daerah lainnya. Setiap wilayah memiliki pimpinan yang dipanggil dengan sebutan Puang. Sedangkan untuk daerah Rantepao, pimpinannya dikenal dengan nama Paringi. Wilayah Toraja Barat juga memiliki seorang pemimpin yang dipanggil dengan sebutan Ma'dika.

Selain itu, dalam kepercayaan, orang suku Toraja menganut sistem yang agak mirip dengan agama Hindu. Sistem ini dikenal dengan nama Alukta. Ada empat tingkatan atau kasta dalam Alukta, yaitu Tana'bulaan, Tana'bassil, Tana'karurung, dan Tana'kua-kua.

Tingkatan Tana'bulaan adalah tingkatan tertinggi yang diberikan kepada orang yang dianggap memiliki keberuntungan dan keberhasilan dalam hidup. Sedangkan tingkatan Tana'bassil diberikan kepada orang yang dianggap lebih rendah daripada Tana'bulaan, namun masih memiliki status yang tinggi. Tingkatan Tana'karurung diberikan kepada orang yang memiliki status menengah, sementara tingkatan Tana'kua-kua diberikan kepada orang yang dianggap paling rendah dalam sistem Alukta.

Orang suku Toraja sangat menjunjung tinggi sistem kepercayaan mereka dan melestarikannya sebagai bagian dari identitas dan warisan budaya mereka. Sistem Alukta juga memengaruhi berbagai aspek kehidupan masyarakat Toraja, termasuk adat istiadat, upacara adat, dan tata cara pemakaman yang terkenal di seluruh dunia.

Adat Istiadat Suku Toraja

Suku Toraja dikenal sebagai salah satu suku yang sangat memegang tradisi dan taat dalam menjalankan ritual adatnya. Ritual adat tersebut terbagi dalam dua golongan besar, yaitu tradisi untuk menghadapi kedukaan atau yang disebut Rambu Solok dan tradisi untuk menyambut kegembiraan yang dinamakan Rambu Tuka. Masing-masing tradisi ini masih mempunyai tujuh tahapan upacara.

Hingga saat ini, masyarakat Suku Toraja masih memegang kepercayaan peninggalan para leluhurnya. Oleh karena itu, kedua tradisi tersebut masih sering diadakan hingga sekarang.

Upacara Rambu Solok selalu berhubungan dengan meninggalnya seseorang. Upacara ini dimulai dengan mempersiapkan penguburan bagi orang yang meninggal. Dalam upacara ini, sering dilaksanakan adu ayam, kerbau, serta penyembelihan binatang babi yang jumlahnya cukup besar.

Kuburan yang digunakan untuk menguburkan jenazah terbilang istimewa karena jenazah diletakkan pada tempat yang khusus, yaitu di sebuah gunung yang berbatu dan diberi lubang yang bentuknya seperti gua kecil. Jenazah tersebut tidak dikubur seperti umumnya, melainkan diletakkan di dalam lubang gua tersebut.

Sementara itu, tradisi upacara Rambu Tuka merupakan pesta kebahagiaan yang biasanya diadakan untuk menyambut kelahiran seorang bayi, pesta pernikahan, dan lain-lain.

Rumah Adat Suku Toraja

Tongkonan adalah jenis rumah yang dibangun oleh Suku Toraja dengan menggunakan kayu yang ditumpuk dan dihiasi ukiran dengan warna dominan merah, kuning, dan hitam. Nama Tongkonan berasal dari kata "duduk", yang menunjukkan bahwa rumah ini bukan hanya digunakan sebagai tempat tinggal, tetapi juga sebagai tempat menjalankan kehidupan spiritual atau rohani.

Menurut kepercayaan suku Toraja, Tongkonan pertama kali dibangun di surga dengan menggunakan empat tiang utama. Ketika mereka turun ke bumi, mereka juga membangun Tongkonan sebagai tempat untuk berkomunikasi dengan arwah leluhur mereka. Oleh karena itu, Tongkonan memiliki fungsi yang sangat penting dalam kehidupan suku Toraja.

Selain sebagai tempat untuk berkomunikasi dengan arwah leluhur, Tongkonan juga digunakan untuk menjalankan upacara adat, seperti Rambu Solok dan Rambu Tuka. Selain itu, Tongkonan juga digunakan untuk kegiatan sehari-hari, seperti makan, tidur, dan beristirahat. Tongkonan juga dihiasi dengan ornamen-ornamen yang memiliki makna simbolis, seperti ukiran binatang, tumbuhan, atau bintang.

Posting Komentar untuk " Sejarah dan Adat Suku Toraja"