Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Sejarah Huruf Jawa Honocoroko

Sejarah Huruf Jawa Honocoroko
credit:instagram@loempia_semarang

Sejarah Huruf Jawa Honocoroko - Masih ingatkah Anda dengan pelajaran bahasa jawa? Yang terkait dengan huruf HO NO CO RO KO? Apakah Anda sudah pernah mendengar sejarah dari tulisan tersebut?

Bangsa Indonesia sebagai bangsa yang paling menghargai warisan dari nenek moyang dan para leluluhur mereka, tentu saja masih mengenali warisan monumental yang diwariskan oleh leluhurnya. 

Diantaranya adalah huruf aksara jawa. Aksara jawa atau huruf jawa sebagai salah satunya warisan nenek moyang yang harus dilestarikan, bahkan juga didalami dan dimengerti ditengah-tengah ramainya budaya baru yang banyak muncul di Indonesia.

Lahirnya Ho No Co Ro Ko

Bermula dari sebuah kisah, tersebutlah nama Ajisaka sebagai seorang pemuda tampan yang mempunyai kesaktian atau disebutkan sebagai kesatria yang sakti mandraguna. Ajisaka tinggal dalam suatu pulau yang bernama Majethi bersama-sama dengan 2 orang abdi atau punggawa yang selalu setia menemaninya. Kedua orang abdi itu bernama Dora dan Sembada.

Tidak cuma Ajisaka saja yang sakti, kedua orang abdi Ajisaka itu juga mempunyai kesaktian dan mereka benar-benar setia kepada Ajisaka. Sampai dalam satu hari, Ajisaka mempunyai kemauan untuk meninggalkan pulau Majethi. Salah seorang abdinya, yakni Dora dibawa  serta oleh Ajisaka untuk menemaninya mengembara.

Sedangkan Abdi yang lain, yakni Sembada, disuruh oleh Ajisaka untuk selalu tinggal di Pulau Majethi. Sebagai abdi yang paling setia pada Ajisaka, Ajisaka mempercayakan pusaka unggulannya pada Sembada untuk dijaga olehnya sepanjang ia pergi mengelana. 

Ajisaka memberi pesan pada Sembada supaya tidak memberikan pusaka unggulannya tesebut pada siapa saja, terkecuali pada Ajisaka sendiri.

Kemudian Ajisaka pergi meninggalkan Majethi dan berniat untuk menghentikan kekejaman raja Dewata Cengker. Prabu Dewata Cengker adalah seorang raja yang paling keji di Kerajaan Medhangkamulan.

Selain keji dan kejam, ia adalah seorang raja yang rakus, tamak, dan senang mengkonsumsi daging manusia. Rakyat diminta untuk memberikan upeti yang berbentuk manusia pada Dewata Cengker.

Kebengisan Prabu Dewata Cengker bermula dari juru masak kerajaan Medhangkamulan yang alami kecelakaan di saat mengolah. 

Pada waktu itu, salah satunya jarinya terserang pisau, hingga putus dan masuk di dalam masakannya, tanpa bisa ditemukan olehnya. Selanjutnya Dewata Cengker melahap makanan itu dan rasakan rasa yang nikmat pada makanan itu.

Prabu Dewata Cengker sempat pernah menanyakan ke juru masak mengenai daging yang berada di masakannya, selanjutnya dijawablah jika itu daging manusia. 

Sejak waktu itu, Dewata Cengker minta juru masak untuk mengolahkan daging manusia setiap hari sebab dia sangat menyukainya. Karena terus makan daging manusia, pada akhirnya karakter dari Dewata Cengker berbeda dan ia menjadi raja yang keji dan tidak ada satu juga rakyat yang berani menentang perintahnya.

Ajisaka tidak senang dengan sikap yang diperlihatkan oleh Dewata Cengker tersebut, hingga hal itu yang mendasari Ajisaka untuk menghentikan kekajaman prabu Dewata Cengker. 

Satu hari, Ajisaka datang di kerajaan bersama-sama dengan Dora, selanjutnya mereka membuat strategi agar dijadikan sebagai makanan raja, yang awalannya ditampik oleh patihnya, tetapi karena Ajisaka bersikukuh, pada akhirnya diizinkan. 

Prabu Dewata Cengker berasa bingung karena ada pemuda tampan yang ingin menyerahkan diri untuk dikonsumsi olehnya.

Tetapi, Ajisaka membuat persyaratan, jika ia ingin dikonsumsi jika diberi tanah selebar ikatan kepalanya dan yang menghitung tanah itu sebaiknya Prabu Dewata Cengker sendiri. 

Selanjutnya Dewata Cengker menyepakati dan memulai menghitung tanah dan mendadak ikatan ke Ajisaka jadi semakin bertambah meluas tidak terbatas. 

Kain itu berbeda keras dan tebal dan terus semakin makin tambah meluas hingga menggerakkan Dewata Cengker masuk jurang pantai laut selatan.

Sesudah terlontar ke laut, Dewata Cengker saat itu juga beralih menjadi satu ekor buaya putih dan Ajisaka dikukuhkan sebagai Raja di Medhangkamulan. Sesudah dikukuhkan, Dora diutus oleh Ajisaka untuk mengambil pusakanya pada Sembada. 

Setelah tiba di Majethi dan berjumpa dengan Sembada untuk minta pusakanya, Sembada ingat pesan Ajisaka untuk tidak memberikan pusaka itu kepada siapa saja, terkecuali Ajisaka.

Tetapi Dora bersikukuh pada perintah Ajisaka. Kedua orang abdi itu sama-sama beradu mulut dan bersikeras dengan opini masing-masing, selanjutnya mereka berperang, sampai meninggal, karena sama sakti. 

Informasi meninggalnya Dora dan Sembada sampai pada Ajisaka dan Ajisaka berasa menyesal, hingga untuk mengenang kembali kedua orang abdi itu, maka kemudian lahirlah Ho No Co Ro Ko.

HO NO CO RO KO = ono wong loro (ada dua orang)

DO TO SO WO LO = podho kerengan (mereka berdua berkelahi)

PO DhO JO YO NyO = podho joyone (sama - sama kuatnya)

MO Nggo Bo Tho Ngo = mergo dadi bathang lorone (oleh karena itu jadilah bangkai semuanya)

Demikianlah uraian tentang sejarah huruf jawa Honocoroko. Semoga uraian artikel ini dapat menambah pengetahuan Anda.

referensi:

http://yokimirantiyo.blogspot.co.id/2013/03/asal-mulanya-aksara-jawa-hanacaraka.html

http://www.jurukunci.net/2012/10/sejarah-singkat-lahirnya-huruf-jawa-ha.html

Posting Komentar untuk " Sejarah Huruf Jawa Honocoroko"