Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Nilai-Nilai Penting Peninggalan Budaya Hindu–Buddha, dan Islam

 

kaum-priyayi
credit:instagram@kencanaphoto_tempodoeloe

Nilai-Nilai peninggalan Hindu-Buddha dan Islam yang terlihat di kehidupan warga, diantaranya sebagai ini.

1. Stuktur Sosial

Saat sebelum kehadiran Islam, warga Indonesia dikuasai oleh agama dan kebudayaan Hindu-Buddha dari India. Budaya Hindu, India mengenali mekanisme kelas dalam susunan sosialnya. Ini punya pengaruh pada susunan sosial warga Indonesia. 

Pada periode perubahan kebudayaan Hindu- Buddha, warga Indonesia terdiri dari beberapa kelas berdasar status sosial mereka. Raja dan bangsawan menempati status sosial tinggi, golongan pendeta. 

Pedagang, petani menempati tingkat status sosial rendah. Jika di Indonesia mekanisme kastanya berdasar status sosial, di Indiea mekanisme kastanya didasari atas turunan.

Sesudah masuknya agama dan kebudayaan Islam, makin lama mekanisme kelas mulai raib. Ini karena dalam tuntunan Islam semua manusia mempunyai posisi yang serupa di depan Tuhannya. 

Walau dalam susunan pemerintah kerajaan-kerajaan Islam masih ada mekanisme penggolongan status, diantaranya kelompok raja dan bangsawan, kelompok elit, dan kelompok nonelit, dan kelompok budak.

2. Pengetahuan Mekanisme Arah Angin

Semenjak era ketujuh agama dan kebudayaan Islam masuk di daerah Indonesia. Agama Islam masuk di Indonesia lewat lajur perdagangan yang dilaksanakan oleh pedagang dari Gujarat (India). Pelayaran pada waktu itu benar-benar dikuasai oleh arah angin. 

Mereka sudah manfaatkan angin muson barat untuk melaut ke daerah timur dan manfaatkan angin muson timur untuk melaut menuju barat. Angin muson itu bertukar arah tiap 1/2 tahun sekali. 

Karena itu, sekalian menanti arah angin yang pas dan sesuai arah, mereka tinggal sesaat di satu daerah di Nusantara. Ramainya perdagangan di daerah Nusantara jadikan beberapa kota dermaga berkembang di sejauh pantai sebagai lajur perdagangan di Indonesia.

3. Perdagangan dan Pelayaran

ilmu-pelayaran
credit:instagram@reg_sipotophoto

Daerah Indonesia sebagai rangkaian kepulauan yang banyaknya banyak. Di antara pulau satu dan yang lain dipisah oleh laut dan selat yang biasanya tidak demikian dalam. Bangsa Indonesia semenjak dulu populer sebagai pelaut ulung. 

Pelayaran bangsa Indonesia sudah ditunjukkan semenjak jaman Prasejarah, yakni semenjak terjadi peralihan warga dari wilayah Yunan atau wilayah seputar Teluk Tonkin menebar ke wilayah beberapa pulau di samping selatan dataran Asia seputar tahun 2000-300 SM. 

Dengan memakai perahu bercadik, mereka sanggup melalui perairan laut yang paling luas sampai hingga ke daerah Indonesia. Mereka itu sebagai leluhur bangsa Indonesia. Bahkan juga, mereka melaut sampai ke Pulau Madagaskar, samping timur Afrika.

Di daerah Nusantara yang paling luas ada ketidaksamaan cuaca. Daerah Indonesia sisi barat semakin banyak turun hujan, sedang pada bagian timur cukup kering. Ketidaksamaan cuaca di beberapa daerah itu menyebabkan ketidaksamaan hasil kekayaan alam. 

Karena ketidaksamaan itu, semenjak dulu di daerah Indonesia sudah berkembang pelayaran dan perdagangan antarpulau dan antardaerah. Perdagangan dan pelayaran antarpulau dan antardaerah semakin berkembang sesudah di Indonesia berdiri kerajaan kuno seputar era kelima, lebih- lebih dari periode Kerajaan Sriwijaya pada era ketujuh.

Di saat beberapa pedagang Islam berkunjung di beberapa kota dermaga, terjadi hubungan dengan warga di tempat. Pedagang Islam itu, kecuali berdagang siarkan agama Islam. Hal tersebut mengakibatkan warga di tempat dipengaruhi oleh tuntunan dan kebudayaan Islam. 

Dari wilayah seputar dermaga perdagangan, agama Islam menebar ke wilayah pedalaman. Masuk dan mengembangnya agama dan kebudayaan Islam di Indonesia punya pengaruh besar pada kehidupan politik, ekonomi, sosial, dan budaya warga Indonesia.

Tuntunan Islam menyarankan tiap muslim untuk saling menolong, hormat- menghargai, tidak sama-sama sakiti, dan tidak sama-sama serang. Islam junjung tinggi semangat persatuan dan persaudaraan. 

Lewat tuntunan Islam tertancap hati sama nasib dan sepenanggungan, setanah air, sebangsa, dan satu agama. Islam pun tidak mengenali diskriminasi dalam semua wujud hingga berpeluang terjadinya integratif warga Indonesia. 

Selain itu, Islam membenci ada praktek imperialisme dan kolonialisme. Semangat persatuan dan persaudaraan di kelompok umat Islam jadi modal dasar pada proses integratif warga Indonesia pada periode seterusnya.

Pada periode perubahan Islam di Indonesia era ke-15 dan ke-16, beberapa pedagang Islam memiliki peran yang besar dalam aktivitas perdagangan dan pelayaran antarpulau di daerah Indonesia. Beberapa pedagang Islam sudah lakukan jalinan perdagangan dan pelayaran di sejauh lajur perdagangan dan pelayaran dari Selat Malaka sampai ke Maluku. 

Kecuali berdagang, mereka aktif menebarkan agama Islam di beberapa daerah dermaga yang disinggahi hingga Islam selekasnya menebar ke semua daerah Indonesia. Ramainya perdagangan dan pelayaran antarpulau di daerah Indonesia yang banyak dilaksanakan oleh pedagang Islam menggerakkan tumbuhnya beberapa kota dermaga di sejauh lajur pelayaran dari Selat Malaka sampai Maluku. 

Dermaga itu, diantaranya Pasai, Pedir, Malaka, Jambi, Palembang, Banten, Sunda Kelapa, Cirebon, Demak, Jepara, Tuban, Gresik, Surabaya, Banjarmasin, Gowa (Makassar), Ternate, dan Tidore.

4. Bahasa

Bahasa yang dipakai di Nusantara pada periode sebelum dan setelah kehadiran penebaran Islam berbagai macam. Di Pulau Jawa bahasa yang dipakai ialah bahasa Jawa Kuno dan Sunda Kuno. Di wilayah Sumatra dan Semenanjung Melayu dipakai bahasa Melayu. 

Selain itu, ada banyak bahasa wilayah yang lain dipakai, misalkan bahasa Batak, Nias, Tim, Padang, dan Minangkabau. Di Kalimantan ada bahasa Banjar, Melayu, dan Dayak. Di Sulawesi ada bahasa Bugis dan Makassar. 

Di Kepulauan Maluku ada banyak bahasa wilayah. Jumlahnya bahasa wilayah kerap memunculkan kesusahan dalam merajut komunikasi. Antonio Galvao sebagai Gubernur Portugis di Maluku pada tengah era ke-16 bercerita jika di wilayah Maluku warga yang bertetangga jarang-jarang sekali berbicara. 

Hal tersebut karena antara mereka berlainan bahasa. Selain itu, raja-raja, beberapa bangsawan, dan famili keraton memiliki style berbicara yang tidak dipahami oleh seseorang.

Saat sebelum kehadiran Islam, bahasa Sanskerta yang dari India dipakai oleh kelompok kecil golongan Brahmana dan raja-raja saat menulis prasasti. Tetapi, semenjak kehadiran Islam bahasa Sanskerta tidak dipakai kembali.

Pemakaian bahasa Melayu sudah dijumpai semenjak jaman Sriwijaya dalam prasastinya. Bahasa Melayu lama-lama semakin berkembang dan menyebar ke banyak daerah pesisir Kepulauan Indonesia. Penebaran bahasa Melayu karena jalinan jalan raya perdagangan dan pelayaran yang ramai pada waktu itu. 

Sebelumnya mereka memakai bahasa wilayah yang mereka punyai. Bahasa Melayu sering dipakai oleh beberapa pedagang dari bermacam wilayah hingga memudahkan komunikasi antarsesama pedagang dari bermacam wilayah.

Ramainya perdagangan di seputar Selat Malaka yang disebut pusat kebudayaan dan bahasa Melayu percepat proses penebaran bahasa Melayu ke bermacam pelosok Tanah Air. Pusat perdagangan yang berada di wilayah pesisir mulai mengenali bahasa Melayu, bahkan juga semakin meluas ke wilayah pedalaman. 

Dampaknya, bahasa Melayu jadi alat berkomunikasi antarsuku bangsa. Bahasa Melayu semakin meluas pemakaiannya sebagai alat berkomunikasi antarkerajaan di Indonesia. Lewat perdagangan itu, bahasa Melayu yang saat ini kita mengenal sebagai bahasa Indonesia semakin makin tambah meluas jadi bahasa umum yang digunakan sebagai bahasa pertemanan (lingua franca).

Bangsa Indonesia yang memakai bahasa Melayu sebagai bahasa pertemanan mulai mengetahui jika mereka dulu berasal dari 1 leluhur. Leluhur bangsa Indonesia ialah bangsa Austronesia. Kebudayaan yang dibawa bangsa Austronesia ke Indonesia diberi nama kebudayaan Indonesia sebagai dasar perubahan kebudayaan seterusnya sampai saat ini.

Posting Komentar untuk "Nilai-Nilai Penting Peninggalan Budaya Hindu–Buddha, dan Islam"