Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Perkembangan Kebudayaan Setelah Masuknya Islam di Indonesia

Perkembangan Kebudayaan Setelah Masuknya Islam di Indonesia
credit:instagram@2r_talk

Masuknya Islam bawa pengubahan di beberapa sektor di Indonesia. Bentuk akulturasi kebudayaan Indonesia dengan kebudayaan Islam salah satunya terlihat pada sektor di bawah ini.

1. Perubahan Aksara dan Seni Sastra (Kesusastraan)

Masuknya agama dan budaya Islam di Indonesia benar-benar punya pengaruh pada perubahan seni aksara dan seni sastra di Nusantara. Aksara dan seni sastra Islam di awal perubahannya banyak ditemui di daerah seputar selat Malaka dan Pulau Jawa, meskipun jumlah kreasi sastra dan memiliki bentuk benar-benar terbatas.

a. Aksara Periode Awalnya Islam

Adat catat di Indonesia dengan diawali penemuan prasasti Kutai yang berhuruf Pallawa, India. Pada perubahan selanjutnya ada aksara di tempat yang berakar dari huruf Pallawa, yakni aksara Jawa dan Bali. 

Di awal perubahan Islam di Indonesia aksara Arab dipakai dengan huruf Jawi (Melayu). Aksara-aksara itu semakin menambahkan keanekaragman Adat catat di Nusantara.

b. Seni Sastra Periode Awalnya Islam

Masuknya Islam dan pemakaian huruf Arab sanggup meningkatkan seni sastra Islam di Indonesia. disaksikan dari memiliki bentuk, sastra Islam di Jawa berupa tembang (syair), sedang di Sumatra, kecuali wujud syair diketemukan yang berupa gancaran (prosa). 

Syair Islam paling tua di Indonesia terpahat dalam suatu nisan pusara seorang putri Raja Pasai di Minye Tujuh terdiri dari 2 bait, dan masing-masing bait berisi 4 baris.

Beberapa karya sastra awalnya Islam diantaranya Bustanul Salatin yang dicatat oleh Nuruddin ar Raniri, seorang ulama besar Aceh periode pemerintah Sultan Iskandar Thani. Hikayat Raja-Raja Pasai cerita Hamzah Penggemaruri, Pustakaraja, Jayabaya, Paramayoga, cerita R.Ng. Ronggowarsito. Sastra Gending, cerita Sultan Agung, dan ada banyak kembali kreasi sastra Islam yang lain yang tidak dikenali pengarangnya (anonim).

Kecuali wujud kreasi sastra tertera di atas, ada suluk, yakni kitab yang memiliki sifat magic dan berisi ramalan-ramalan, misalnya Suluk Sukarsa (berisi pengalaman Ki Sukarsa cari ilmu), Suluk Wijil (berisi saran-wejangan Sunan Bonang ke Wijil), Syair Perahu, Syair Sang Burung Pingai, dan lain-lain. 

Ada tarekat, yakni jalan atau langkah yang dilakukan golongan sufi untuk mendekatkan kepada Tuhan. Ini terkait dengan timbulnya tuntunan tasawuf di Indonesia. Contoh tarekat, diantaranya Qadariyah, Naqsyabandiyah, Syaftariah, dan Rifa'iyah.

2. Perubahan Pengajaran

Perubahan pengajaran pada periode Islam berjalan cukup cepat dibanding dengan periode Hindu. Hal tersebut karena untuk penebaran Islam diantaranya dipakai aliran pengajaran. Pada periode Islam, peningkatan pengajaran dilaksanakan dengan membangun pesantren. Siswa pesantren disebutkan santri. 

Di pesantren beberapa santri mempelajari agama Islam dan beberapa pengetahuan tambahan untuk bekal hidup. Sesudah menamatkan pelajaran beberapa santri balik ke tempat asalnya. Pada tempat asal mereka diharuskan untuk meningkatkan Islam. 

Pada periode perkembangan Islam di Jawa kita mengenal Sunan Ampel atau Raden Karunia yang membangun pesantren di Ampel, Surabaya dan Sunan Giri yang membangun pesantren sampai populer sampai Maluku.

3. Perubahan Seni Bangunan

masjid-raya-medan
credit:instagram@andhesherwindro

Akulturasi kebudayaan Islam dengan kebudayaan Indonesia terlihat pada seni bangunan, terutamanya bangunan mushola dan pusara.

a. Bangunan Mushola

Akulturasi di antara kebudayaan Islam dan kebudayaan Indonesia, diantaranya terlihat pada seni arsitektur bangunan mushola kuno. Arsitektur mushola kuno di Indonesia itu memperlihatkan beberapa ciri khusus yang lain dengan arsitektur mushola di negeri-negeri yang lain. 

Arsitektur mushola kuno di Indonesia masih menunjukkan style arsitektur pra-Islam. Ini muncul karena bangunan mushola masih mendapatkan dampak Hindu-Buddha.

Kekhususan style arsitektur mushola kuno Indonesia, diantaranya ada berbentuk atap bertingkat lebih satu.

Mushola kuno Indonesia yang memiliki atap bertingkat sebagai lanjutan dari seni bangunan tradisionil Indonesia lama yang mendapatkan dampak Hindu-Buddha. 

Ada banyak bukti yang memberikan dukungan opini itu, salah satunya Pertama, bangunan-bangunan Hindu di Bali yang disebutkan wantilan atapnya bertingkat, Ke-2 relief yang berada di candi-candi pada periode Majapahit memvisualisasikan bangunan atap bertingkat.

Contoh-contoh mushola kuno yang mempunyai atap bertingkat, salah satunya sebagai berikut ini: Bangunan mushola beratap bertingkat satu, misalkan Mushola Agung Cirebon yang dibuat pada era ke-16, Mushola Katangka di Sulawesi Selatan dari era ke-17, beberapa mushola di Jakarta yang dibuat pada era ke-18, seperti Mushola Angke, Mushola Tambora, dan Mushola Marunda. 

Bangunan mushola beratap bertingkat tiga salah satunya terlihat pada Mushola Agung Demak dari era ke-16, Mushola Baiturrachman Aceh yang dibuat pada periode Sultan Iskandar Muda, Mushola Jepara, beberapa masjid di Ternate. Sedang bangunan mushola beratap bertingkat lima, misalkan Mushola Agung Banten yang dibuat pada era ke-16.

b. Pusara

Masuknya kebudayaan Islam punya pengaruh besar pada bangunan pusara. Bangunan pusara ke orang yang wafat dibuat dari bata yang disebutkan jirat atau kijing. Di atas jirat, terutamanya untuk beberapa orang penting dibangun sebuah rumah yang disebutkan cungkup. 

Pusara beberapa raja umumnya dibikin istimewa dan komplet dengan pusara keluarga dan pendampingnya. Dengan begitu, kompleks penyemayaman sebagai rangkaian kijing yang dikelompok- kan menurut jalinan keluarga. 

Di antara pusara keluarga satu dan keluarga lain dipisah oleh tembok yang disambungkan dengan gapura. Dalam kompleks penyemayaman umumnya dibuat sebuah mushola sebagai pendampingnya. Tempat penyemayaman umumnya ada di atas bukit yang dibikin berundak-undak. Hal tersebut mengingati kita pada bangunan punden berundak pada jaman Hindu.

Bangunan pusara yang berbentuk jirat dan cungkup umumnya dihias dengan seni kaligrafi (seni tulisan cantik).

Pusara paling tua di Indonesia yang bercorak Islam ialah Pusara Fatimah binti Maimun di Leran, Gresik (1082). Pusara itu bercungkup dan dinding cungkupnya dikasih hiasan bingkai-bingkai mencatatr serupa mode hiasan candi.

4. Perubahan Seni Tari dan Seni Musik

Akulturasi pada cabang seni tari dan seni musik ada pada beberapa upacara dan tarian rakyat. Di sejumlah wilayah ada tipe tarian yang terkait dengan nyanyian atau pembacaan tertentu yang berbentuk salawat. 

Beberapa bentuk tarian itu, misalkan permainan debus yakni satu tipe perlihatkan ketahanan tubuh seorang pada senjata tajam. Perlihatkan debus dengan diawali nyanyian dan pembacaan Al-Qur'an atau salawat nabi. 

Permainan ini berkembang di beberapa bekas pusat kerajaan, seperti Banten, Minangkabau, dan Aceh. Selanjutnya ialah Seudati yakni tarian atau nyanyian tradisionil rakyat Aceh. Atraksi ini dilaksanakan oleh sembilan sampai sepuluh orang pemuda. 

Pergerakan tarian itu, diantaranya berbentuk memukul-mukulkan telapak tangan ke sisi dada. Dalam tari Seudati, pemain menyanyikan beberapa lagu tertentu yang didalamnya sanjungan ke nabi (salawat).

Kecuali seni tari, berkembang seni musik yang berbentuk perlihatkan gamelan. Perlihatkan ini biasa dilaksanakan pada upacara Maulud yang diperuntukkan untuk mengingati kelahiran Nabi Muhammad SAW. 

Pada upacara Maulud, kecuali dinyanyikan sanjungan-pujian ke Nabi Muhammad SAW. diselenggarakan perlihatkan gamelan dan pencucian beberapa benda sakral. Upacara ini masih dilaksanakan di Yogyakarta, Surakarta, dan Cirebon. Upacara Maulud di Yogyakarta dan Surakarta disebutkan Garebeg Maulud. 

Di Cirebon upacara Maulud biasa disebutkan Pajang Jimat. Pada upacara Maulud biasa disertai dengan gamelan yang disebutkan Sekaten dan ditampilkan untuk warga umum

5. Perubahan Mekanisme Pemerintah

Saat sebelum kebudayaan Islam tiba, mekanisme pemerintah pada kerajaan di Indonesia mendapatkan dampak budaya Hindu-Buddha. Sesudah agama Islam masuk dan berkembang di Indonesia makin lama punya pengaruh pada mekanisme pemerintah. 

Mekanisme pemerintah kerajaan-kerajaan Islam khususnya di Jawa memiliki sifat kosmologis, maknanya tiap warga percaya ada kecocokan bumi dengan semesta alam yang mengitarinya. Atas dasar keyakinan itu, raja dipandang seperti penjelmaan Tuhan dalam dunia yang menggenggam kekuasaan paling tinggi dalam pemerintah.

Raja-raja di kerajaan Islam biasanya bertitel sultan. Kekuasaan raja paling besar terpusat di kota kerajaan. Kekuasaan itu akan semakin menjadi kecil bila wilayah kekuasaan ada jauh dari ibukota.

Posting Komentar untuk "Perkembangan Kebudayaan Setelah Masuknya Islam di Indonesia"