Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Sistem Kepercayaan Masyarakat dan Bangsa Indonesia

shaman
credit:instagram@verdi_w.c.s

Sistem Kepercayaan

Searah dengan perubahan kehidupan manusia, masyarakat dan bangsa Indonesia sudah memercayai ada kemampuan di luar diri mereka sebelum adanya pengaruh ajaran Hindu dan Budha. Ini pun tidak lepas dari kehidupan mereka. 

Mereka hidup dari berladang dan bersawah. Dalam memproses atau mengerjakan kebun atau khususnya sawah harus ada kerja sama antara mereka, seperti bergotong-royong membuat parit, membuat pintu air, bahkan juga membangun rumah. 

Kehidupan ini hanya bisa berjalan dalam kelompok warga yang telah teratur, yang sudah saling mengetahui dan memahami tentang hak dan kewajibannya. Ini bermakna sudah ada organisasi yang mengaturnya dan sebagai pusat organisasi adalah dusun dan ada beberapa aturan yang perlu dipatuhi bersama.

Kebutuhan dusun berarti kebutuhan bersama. Dalam situasi untuk sama-sama memahami, sama-sama menghargakan, bantu-membantu dan bertanggungjawab, karena itu nampaklah faktor baru, yaitu pimpinan (ketua dusun/datuk). 

Orang yang menggenggam pimpinan adalah ketua adat, yang dipandang mempunyai keunggulan pada lainnya. Dia harus membuat perlindungan anggotanya dari gempuran barisan lain, atau teror binatang buas hingga terbentuk kemakmuran, kesejahteraan dan ketentraman. 

Pimpinan bekerja untuk kebutuhan semua dusun, karena itu warga berhutang budi ke pimpinannya. Karakter kerja sama di antara rakyat dan pimpinannya membuat persatuan yang kuat, munculkan kepercayaan, yaitu memuja arwah leluhur, memuja arwah jahat dan arwah baik bahkan juga mereka yakin jika setiap benda mempunyai arwah. Dengan begitu maka kemudian muncul kepercayaan Animisme, Aktifme, dan Totemisme.

a. Animisme

Tiap benda baik hidup atau mati memiliki arwah atau jiwa. Arwah itu memiliki kemampuan gaib yang disebutkan mana. Arwah atau jiwa itu pada manusia disebutkan nyawa. Nyawa itu bisa beralih-pindah dan memiliki kemampuan gaib. 

Karena itu, nyawa bisa hidup di luar tubuh manusia. Nyawa bisa tinggalkan tubuh manusia di saat tidur dan bisa berjalan kemana saja (itu sebagai mimpi). Namun jika manusia itu mati, karena itu arwah itu meninggalkan tubuh untuk selama- lama waktunya. Arwah yang meninggalkan tubuh manusia untuk selamanya itu disebutkan roh.

Menurut kepercayaan, roh itu kemudian hidup di negeri roh sama dengan hidup manusia. Mereka dipandang juga bisa diam dalam pendam, hingga mereka ditakutkan. Untuk roh beberapa orang ter- kemuka seperti kepala suku, kyai, pendeta, dukun, dan lain-lain itu dianggap suci. 

Karena itu, mereka disegani sebagaimana juga dengan leluhur kita. Dengan begitu timbullah kepercayaan yang memuja roh dari leluhur yang disebutkan Animisme.

Karena roh itu tinggal dalam dunia roh (kahyangan) yang terletak di atas gunung, karena itu tempat penyembahan roh pada jaman Megalitikum, dibuat di atas gunung/bukit. 

Demikian juga pada jaman akibat pengaruh ajaran Hindu/Buddha, candi sebagai tempat penyembahan roh leluhur atau dewa dibuat di atas gunung/bukit. Karena menurut kepercayaan Hindu jika lokasi yang tinggi adalah tempat bersemayamnya para dewa, hingga kisah gunung di Indonesia (Jawa terutamanya) sebagaimana kisah gunung Mahameru di India.

Dampak ini masih bersambung pada periode kerajaan Islam, di mana beberapa raja bila wafat di pusarakan di beberapa tempat yang tinggi, seperti raja-raja Yogyakarta di Imogiri dan raja-raja Surakarta di Mengadek. 

Hubungan dengan roh itu tidak ditetapkan tetapi malah dipelihara sebaik-baiknya dengan melangsungkan upacara-upacara kenduri tertentu. Karena itu, supaya hubungan dengan roh leluhur terawat secara baik, karena itu dibuatlah patung-patung leluhur untuk penyembahan.

b. Aktifme

Istilah aktifme berawal dari kata dinamo maknanya kemampuan. Aktifme ialah memahami/kepercayaan jika pada beberapa benda tertentu baik benda hidup atau mati bahkan beberapa benda ciptaan (seperti tombak dan keris) memiliki kemampuan gaib dan dipandang memiliki sifat suci. 

Benda suci itu memiliki karakter yang mengagumkan (karena kebaikan atau buruknnya) hingga bisa pancarkan dampak baik atau jelek ke manusia dan dunia sekelilingnya. Dengan begitu, dalam warga ada orang, binatang, beberapa tumbuhan, beberapa benda, dan lain-lain yang dipandang mempunyai dampak baik atau jelek.

Beberapa benda yang berisi mana disebutkan fetisyen yang bermakna benda sichir. Beberapa benda yang dinggap suci ini, misalkan pusaka, simbol kerajaan, tombak, keris, gamelan, dan lain-lain akan bawa dampak baik untuk warga, misalkan suburnya tanah, raibnya pandemi penyakit, menolak musibah, dan lain-lain. 

Di antara fetisyen dan jimat tidak ada ketidaksamaan yang tegas. Keduanya bisa punya pengaruh baik dan jelek termenggantung kepada siapa dampak itu akan diperuntukkan. 

Bedanya, bila jimat biasanya dipakai atau digunakan di badan dan memiliki bentuk lebih kecil daripada fetisyen. Misalnya, fetisyen panji Kiai Tunggul Wulung dan Tobak Kiai Plered dari Keraton Yogyakarta.

c. Totemisme

Ada asumsi jika binatang-binatang memiliki arwah, itu karena antara binatang-binatang itu ada yang semakin kuat dari manusia, misalkan gajah , harimau, buaya, dan ada juga yang larinya bisa lebih cepat dari manusia. 

Singkat kata, banyak yang memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan manusia hingga ada hati takut atau menghargai binatang-binatang itu. Kebalikannya, banyak juga binatang yang berguna untuk manusia, seperti kerbau, sapi, kambing, dan lain-lain. 

Dengan begitu, jalinan di antara manusia dengan hewan bisa berbentuk jalinan perseteruan berdasar takut-menakuti dan ada juga jalinan baik, jalinan pertemanan bahkan juga jalinan turunan (totemisme). 

Itu penyebabnya pada bangsa-bangsa dalam dunia ada rutinitas menghargai binatang-binatang tertentu untuk dipuji dan dia dianggap seketurunan.

Posting Komentar untuk "Sistem Kepercayaan Masyarakat dan Bangsa Indonesia"