Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Rumah Adat Bali dan Joglo

Rumah Adat Bali dan Joglo
credit:instagram@badaukir_

Rumah adat Bali sudah menjadi salah satu kekayaan budaya yang dimiliki oleh propinsi Bali. Keberadaannya menjadi salah satu ciri khas dari kawasan yang dijuluki sebagai pulau Dewata tersebut.

Hal ini selaras dengan keberadaan pulau Bali yang memang menjadi salah satu kawasan tujuan wisata utama di dunia. Keberadaan rumah adat Bali, menjadi sebuah daya tarik tersendiri.

Dalam membuat rumah adat Bali sendiri, masyarakat memiliki aturan khusus. Dengan demikian proses pembangunan rumah tersebut tidak bisa dilakukan secara asal-asalan dan tanpa aturan.

Aturan yang dianut dalam proses pembuatan rumah adat bali tersebut dikenal dengan aturan Asta Kosala Kosali. Hal ini didasarkan pada kitab suci Weda, yang membicarakan masalah pembuatan dan tata letak ruang serta bangunan. Dalam masyarakat tradisional China, hal ini disebut dengan istilah Feng Shui.

Masyarakat Bali memiliki sebuah filosofi tersendiri terkait dengan proses pembuatan rumah adat Bali tersebut. Bagi masyarakat Bali, dinamisasi dalam kehidupan ini bisa diraih selaras dengan terwujudnya hubungan yang selaras antara aspek pawongan, palemahan serta parahyangan. 

Artinya, pawongan adalah aspek dengan sesama manusia, palemahan adalah aspek lingkungan tempat tinggal dan parahyangan merupakan aspek ketuhanan.

Ketiga harmonasasi ini disebut dengan Tri Hita Karana dan harus berjalan seiringan. Ketiganya tidak bisa saling meninggalkan dan harus ada dalam proses pencapaian harmonisasi hidup. 

Dan falsafah ini demikian kuat melekat dalam keyakinan masyarakat Bali yang berimbas pada proses pembuatan rumah adat Bali yang harus menggunakan kaidah tertentu tersebut.

Secara umum, banyak bangunan dan arsitektur tradisional di kawasan Bali yang dipenuhi dengan hiasan. Baik yang menggunakan ukiran, peralatan atau juga sekedar dengan proses pewarnaan. 

Berbagai macam hiasan tersebut memiliki makna tertentu yang menjadi ungkapan keindahan serta simbol dan juga media penyampai komunikasi. Bentuk dan keragaman hiasan tersebut mulai dari jenis fauna yang juga memiliki fungsi sebagai simbol ritual yang diwujudkan dalam patung.

Itulah mengapa, hampir di setiap sudut di kawasan Bali selalu bisa dijumpai berbagai macam simbol ritual tersebut. Mulai yang terletak di perempatan jalan, di bawah pohon besar, di lokasi yang dianggap memiliki makna khusus hingga di berbagai kendaraan umum.

Keteraturan dan ketaatan pada simbol simbol inilah yang kemudian dibawa dalam proses pembangunan rumah adat Bali. Dalam menentukan arah rumah misalnya, masyarakat Bali masih menganggap penting pada arah rumah tersebut akan menghadap nantinya. 

Sebab, hal ini terkait dengan kepercayaan dan kehidupan masyarakat Bali. Untuk beberapa hal yang dianggap memiliki nilai kekeramatan atau kesulian, diletakkan ke arah gunung. Hal ini mengingat karena gunung merupakan benda yang dianggap memiliki kesucian pada masyarakat Bali.

Sementara untuk hal-hal yang tidak memiliki nilai kekeramatan atau kesucian, diletakkan menuju arah laut. Hal ini disebut dengan istilah kelod. Tujuannya adalah agar pada nantinya tidak terdapat hal-hal negatif dari benda-benda tersebut.

Demikian pula dalam proses pembangunan pura, yang menjadi tempat ibadah di Bali. Penempatan bangunan Pura ini, harus diarahkan menuju gunung atau Kaja. Hal ini karena pura merupakan benda yang dianggap suci dalam kehidupan masyarakat Bali yang mayoritas beragama Hindu.

Sementara untuk bagian pura dalem atau kuil yang memiliki hubungan dengan masalah kematian atau pemakaman, arahnya dihadapkan menuju laut atau kelod. Inilah yang menjadi salah satu sistem dalam proses pembangunan perumahan adat di Bali. 

Dimana segala sesuatunya selalu mengacu pada tuntunan yang diharapkan bisa menjadikan manusia terlepas dari segala masalah yang bisa timbul pada nantinya. 

Rumah Joglo

Rumah Adat Bali dan Joglo
credit:instagram@saka_jati_antik

Rumah Joglo juga menjadi salah satu rumah adat yang memiliki nilai seni tinggi. Selain itu, dalam pembangunan rumah tersebut, mengandung banyak nilai sosial dan budaya dan juga makna. Dari sisi teknologi, rumah joglo ini dipercaya memiliki kekuatan yang cukup tinggi terhadap guncangan gempa.

Bangunan rumah joglo ini mampau menciptakan interprestasi arsitektur Jawa yang menggambarkan ketenangan. Interprestasi tersebut muncul melalui konsep rumah jolgo yang menggunakan konstruksi atap kokoh dengan bentuk lengkungan  pada setiap ruangannya.

Rumah adat joglo ini biasanya merupakan rumah peninggalan adat kuno. Sehingga pembangunan rumah ini masih memberikan nilai seni yang bermutu tinggi, selain dari nilai arsitekturnya yang tinggi. 

Nilai arsitektur ini merupakan perwujudan dari seni kebudayaan daerah sebagai bagian dari seni bangunan tradisional.

Joglo sendiri adalah kerangka bangunan utama dari rumah adat Jawa Tengah tersebut, yang terdiri dari soko guru berupa empat tiang utama dan pengeret tumpang songo, atau tumpang telu pada bagian atasnya. 

Struktur joglo ini, memiliki fungsi ganda. Yaitu sebagai penopang struktur utama rumah, juga menjadi tumpuan atap rumah supaya atap rumah dapat berbentuk pencu.

Dalam arsitektur bangunan rumah joglo ini, seni arsitektur ini memiliki fungsi ganda. Bukan hanya sekedar bertujuan untuk meningkatkan kekuatan dan menambah estetika keindahan bangunan. Namun juga sebagai refleksi nilai serta norma masyarakat yang ada dalam lingkungan rumah tersebut.

Kecintaan manusia terhadap keindahan serta pada sikap keagamaan mampu tercermin pada sistem arsitektur rumah bergaya joglo tersebut. Di bagian pintu masuk, terdapat tiga buah pintu dengan satu pintu utama dan dua pintu tambahan di sebelah kiri dan kanan. 

Makna dari pembuatan tiga pintu ini adalah bahwa pintu utama tersebut merupakan tempat masuk bagi keluarga besar pemilik rumah tersebut. Sedangkan dua pintu tambahan menjadi tempat masuk para keluarga besan apabila mereka nanti menikahkan anak-anaknya. Bentuk ini sering disebut dengan model kupu tarung.

Pada bagian dalam, disebut dengan gedongan. Tempat ini difungsikan sebagai mihrab, yang ditujukan bagi imam ketika melaksanakan ibadah sholat berjamaah. Tempat ini menjadi salah satu lokasi yang dianggap suci serta sakral di tengah budaya jawa. 

Gedongan juga sering dijadikan sebagai tempat tidur utama bagi anggota keluarga yang dihormati. Selain itu, tempat ini juga dijadikan sebagai kamar pengantin ketika ada anggota keluarga tersebut yang menikah.

Pada ruang depan yang dibuat luas, ditujukan bagi para tamu yang terbagi menjadi dua bagian. Sebelah kiri untuk tamu wanita dan bagian kanan untuk tamu pria. Ruangan ini disebut jaga satru, dimana pada bagian depan pintu masuk terdapat sebuah tiang yang letaknya tepat berada di tengah ruangan. 

Tiang ini disebut sebagai soko geder atau juga tiang keseimbangan. Fungsi dari tiang ini ada dua. Yang pertama adalah symbol kepemilikan rumah dan fungsi berikutnya adalah untuk media pengingat bagi para penghuni rumah terhadap keesaan Tuhan.

Pada bagian dalam rumah, ada empat tiang utama yang dikenal dengan sebutan soko guru. Lambing dari soko guru ini adalah empat hakikat kesempurnaan hidup yang juga bisa dimaknai sebagai hakikat sifat manusia.

Dengan konsep bangunan yang penuh dengan makna ini, rumah joglo bukan hanya mampu memberikan keindahan dari sisi arsitekturnya saja. Namun dari sisi spiritual, rumah joglo merupakan media untuk mengajak manusia untuk selalu ingat kepada Tuhan sebagai Sang Pencipta.

Selain itu, nilai estetika yang muncul pun cukup terasa. Hal ini dengan penggunaan beberapa pernik serta perabot rumah tangga yang mengesankan nuansa kedamaian. 

Hal ini akan memunculkan fungsi dari rumah sebagai tempat paling tepat untuk beristirahat dan mewujudkan pepatah bahwa rumah adalah surgaku.

Posting Komentar untuk " Rumah Adat Bali dan Joglo"