Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Faktor Pendorong dan Penghambat Integrasi Nasional

peta-indonesia

Maksud dari Integrasi Nasional

Isu mengenai integrasi dan separatisme di dalam negara kesatuan dengan keberagaman etnis dan populasi majemuk, seolah seperti "Serigala berbulu domba" atau menciptakan ambivalensi yang kompleks. Menurut Devid Lockwood, persetujuan dan pertentangan adalah dua sisi dari realitas yang sama, serta dua tanda yang saling melekat pada warga. 

Seperti halnya pertentangan yang bisa timbul di antara individu-individu, pribadi dengan kelompok, atau antara kelompok yang berbeda. Begitu pula dengan persetujuan, bisa terjadi di antara individu-individu, pribadi dengan kelompok, atau antara kelompok yang berbeda. 

Persetujuan, yang sering disebut sebagai kesepakatan bersama, bisa muncul jika ada toleransi yang telah terbentuk. Toleransi berarti membiarkan individu atau kelompok lain berperilaku sesuai dengan aturan atau keinginan mereka.

Menurut Max Weber, jika nilai-nilai menjadi dasar legitimasi dari struktur kekuasaan dalam masyarakat, maka integrasi nasional berkaitan dengan bagaimana kehidupan bersama sebagai bangsa harus diwujudkan. Selanjutnya, hal ini akan mempengaruhi bentuk pemerintahan yang akan berkuasa. Dalam konteks Indonesia, proses integrasi nasional seharusnya berjalan secara alami, sesuai dengan keragaman budayanya, dan harus terlepas dari dominasi dan supremasi politik kelompok etnis tertentu.

Integrasi, yang merupakan terjemahan dari kata "integration" dalam bahasa Inggris, merujuk pada keseluruhan atau kesempurnaan. Integrasi merujuk pada proses penyempurnaan hingga tercipta kesatuan yang utuh atau bulat. Integrasi diri merujuk pada keutuhan, kebulatan, dan keseimbangan diri seseorang yang jujur dan dapat dipercaya. 

Maurice Duverger mendefinisikan integrasi sebagai pembentukan ketergantungan yang lebih erat antara berbagai bagian dari organisme hidup atau antara berbagai proses perkembangan dalam masyarakat, di mana seluruh kelompok ras dan etnis dapat berpartisipasi bersama dalam kehidupan budaya dan ekonomi.

Dalam kehidupan manusia, integrasi sering menjadi impian dan harapan. Oleh karena itu, integrasi diupayakan untuk tumbuh dan terus dijaga. Integrasi sosial adalah proses rekonsiliasi antara berbagai unsur yang berbeda namun ada dalam kehidupan sosial. Tujuannya adalah untuk menciptakan skema kehidupan yang sesuai dengan peran masing-masing kelompok. 

Seperti yang diungkapkan oleh JS Furnivall, integrasi sosial yang melibatkan berbagai etnis seharusnya dilakukan melalui dorongan dan koersi dari kelompok yang berkuasa terhadap kelompok yang lain. Berbagai keterampilan politik lokal digunakan untuk menangani berbagai tuntutan yang tidak selaras dengan keinginan pemerintahan pusat. 

Hal ini dilakukan oleh partai politik atau organisasi lainnya. Integrasi adalah proses yang memerlukan waktu dan melibatkan pembudayaan dan kesepakatan sosial-politik di antara kelompok etnis yang ada dalam negara kesatuan Indonesia.

Menurut Lewis C. Coser dan George Simell, kerangka kerja bagi integrasi nasional yang kuat akan selalu menghadapi tantangan dari konflik etnis yang berkelanjutan. Jika kita mengikuti pandangan fungsionalis sistematis dari tokoh seperti Auguste Comte, Durkheim hingga Parsons, maka faktor yang memadukan masyarakat Indonesia adalah nilai-nilai umum mengenai kesepakatan antara kelompok masyarakat. Nilai-nilai umum ini tidak hanya disepakati oleh sejumlah besar orang (etnis), tetapi nilai-nilai tersebut juga harus diinternalisasi melalui proses publikasi, akulturasi, asimilasi, dan enkulturasi.

Oleh karena itu, proses integrasi nasional harus melalui tahap-tahap sosial dan politik. Menurut Ogburn dan Nimkof, integrasi melibatkan proses akomodasi, kerjasama, koordinasi, dan asimilasi. Asimilasi adalah proses dua arah antara berbagai etnis yang akhirnya mencapai kesepakatan dan konsensus berdasarkan keberagaman budaya. 

Kesepakatan nasional berkaitan dengan bagaimana kehidupan bangsa Indonesia harus diwujudkan atau direncanakan, dan sebagian besar harus dihasilkan melalui proses perkembangan Pancasila sebagai dasar falsafah atau ideologi negara.

Faktor-faktor Pendorong Integrasi Nasional

Menurut R. William Liddle, kesepakatan nasional yang menggabungkan berbagai kelompok etnis secara pluralistik pada dasarnya memiliki dua dimensi yang harus dipenuhi untuk menciptakan integrasi nasional yang kuat. 

Pertama, sejumlah besar anggota kelompok etnis harus sepakat mengenai batas-batas teritorial negara sebagai wujud kehidupan politik mereka. Kedua, sejumlah besar penduduk harus sepakat mengenai struktur pemerintahan dan aturan politik yang berlaku untuk seluruh warga di wilayah negara yang bersangkutan.

Nasikun menambahkan bahwa integrasi nasional yang kuat hanya dapat berkembang melalui kesepakatan mengenai batasan-batasan warga politik dan mekanisme politik yang berlaku dalam masyarakat. 

Selanjutnya, kesepakatan ini berkaitan dengan bagaimana kehidupan bersama sebagai bangsa harus diwujudkan melalui mekanisme nilai yang membangun hubungan sosial antara anggota kelompok atau negara. Upaya-upaya yang telah dilakukan antara lain:

  • Berkorban sebagai bentuk rekonsiliasi di tengah perbedaan yang ada dalam hati, keinginan, dan penilaian.
  • Meningkatkan sikap toleransi dalam masyarakat.
  • Menciptakan kesadaran dan kesediaan untuk mencapai kesepakatan.
  • Mengenali akar kesamaan di antara budaya-budaya etnis yang ada.
  • Menguatkan peran semua kelompok dalam kehidupan budaya dan ekonomi.
  • Mengakomodasi kehadiran etnis-etnis baru.
  • Melakukan usaha keras untuk mengatasi prasangka dan diskriminasi.
  • Menghilangkan pemisahan budaya.

Faktor-faktor Penghambat Integrasi Nasional

Struktur masyarakat Indonesia ditandai oleh keberagaman etnis dan memiliki karakteristik unik. Secara horizontal, masyarakat ini memiliki beragam kelompok sosial yang terbentuk berdasarkan perbedaan etnis, agama, tradisi, dan faktor primordial. 

Secara vertikal, struktur masyarakat memiliki lapisan atas dan lapisan bawah. Sejak kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945, NKRI selalu menghadapi tantangan dari gerakan separatis. Contoh pergerakan separatis antara lain DI/TII Kartosuwiryo di Jawa Barat, Permesta Kahar Muzakar di Sumatra, APRA, PKI, DI/TII Daud Barureh di Aceh, dan RMS di Maluku, yang menyebabkan banyak penderitaan dan korban. 

Hingga saat ini, gerakan separatis seperti OPM (Organisasi Papua Merdeka) masih beroperasi. Sementara dengan GAM dimasa lalu, Pemerintah Indonesia telah mencapai serangkaian kesepakatan damai, termasuk memberikan otonomi khusus dan menerapkan syariah Islam dalam sektor hukum.

Menurut Clifford Geertz, jika Indonesia tidak mampu mengelola dengan bijak keberagaman etnis, budaya, dan persatuan etnis, maka negara ini berisiko pecah menjadi beberapa negara kecil. Jika ketidakpuasan terhadap kondisi ekonomi, kelas, atau kelompok intelektual mengarah pada revolusi yang mengubah sistem ekonomi dan politik negara, atau jika ketidakpuasan yang berakar pada ikatan primordial mengarah pada disintegrasi nasional. Pemecahan dalam masyarakat majemuk bukan hanya akan mempengaruhi individu, kelompok, atau kelas tertentu, tetapi juga akan membahayakan keutuhan negara dan bangsa.

Pandangan ini diperparah oleh etnosentrisme dan primordialisme yang sempit. Etnosentrisme adalah pandangan di mana seseorang (atau kelompok) menilai budaya lain berdasarkan standar budayanya sendiri. Primordialisme adalah pemikiran yang meletakkan kepentingan atau identitas kelompok di atas segala hal. Pengembangan karakter seperti ini, tanpa batasan, dapat memicu munculnya gerakan separatisme. 

Contoh nyata adalah perlawanan Fretelin di Timor Timur, yang akhirnya mendirikan negara mereka sendiri (Timor Leste) pada tahun 1998 setelah bergabung dengan NKRI pada tahun 1976. Sentimen primordial suku ini menjadi dasar bagi ekspresi politik, karena komunikasi politik yang terbatas melalui saluran resmi mendorong gerakan ini untuk mengartikulasikan aspirasi politiknya dengan berbagai cara.

Selain itu, konflik etnopolitik terjadi dalam dua dimensi. Dimensi pertama adalah konflik dalam dimensi ideologis. Konflik ini terjadi karena perbedaan mekanisme nilai yang dianut oleh kelompok etnis yang berbeda, yang menciptakan ideologi yang berbeda dalam masyarakat. Dimensi kedua adalah konflik dalam dimensi diplomatik, di mana terjadi persaingan dalam pembagian kekuasaan dan sumber daya ekonomi yang terbatas di dalam masyarakat.

Demikianlah gambaran mengenai integrasi nasional, tantangan, dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Upaya menjaga dan memperkuat integrasi nasional memerlukan kesepakatan, toleransi, pengelolaan keberagaman, dan usaha-usaha konkret untuk mengatasi hambatan-hambatan yang muncul.

Posting Komentar untuk " Faktor Pendorong dan Penghambat Integrasi Nasional"