Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Masa Kejayaan Keraton Surakarta di Bawah Pakubuwono X

 

Pakubuwono X
credit:instagram@pkkmb21_pakubuwonox

Pembaca pasti sudah tahu tentang Keraton Surakarta, bukan? Nah, kali ini kita akan membahas masa kejayaan keraton Surakarta di bawah pemerintahan Pakubuwono X. Yuk, kita simak lebih lanjut ulasannya berikut ini.

Sejarah Pendirian Keraton Kasunanan Surakarta

Dulu, Keraton Kasunanan Surakarta didirikan oleh Pakubuwono II sebagai pusat pemerintahan Mataram Islam. Awalnya, keraton berada di Kartosuro, tapi kemudian diserang oleh cucu Amangkurat III bernama Mas Garendi. Kasunanan Surakarta pun dipindahkan ke Keraton Solo pada tahun 1745. Namun, situasi politik pada saat itu belum stabil.

Pakubuwono II dan Pakubuwono III menghadapi perlawanan dari Pangeran Mangkubumi dan Raden Mas Said. Konflik ini akhirnya berakhir dengan perjanjian Giyanti pada tahun 1755, yang membagi wilayah Mataram menjadi dua. Pangeran Mangkubumi mendapat bagian Mataram Barat dan mendirikan Kesultanan Yogyakarta, sementara Raden Mas Said mendapat bagian wilayah Kasunanan Surakarta dan mendirikan Pura Mangkunegaran.

Masa Kejayaan Keraton Kasunanan Surakarta

Setelah perjanjian tersebut, situasi di Keraton Surakarta masih belum benar-benar stabil. Belanda semakin berusaha mendikte kasunanan Surakarta dan bahkan membuang Pakubuwono VI ke Ambon karena membantu perjuangan Pangeran Diponegoro dalam Perang Jawa tahun 1825-1830.

Namun, semuanya berubah ketika Pakubuwono IX mulai berkuasa. Ia melakukan banyak perubahan dan pembangunan di keraton. Salah satunya adalah merenovasi Sitinggil Panggung Songgo Buwono dan bangunan lainnya. Karena itu, ia juga dikenal dengan sebutan "Sinuhun Bangun Kedaton".

 IX juga berani melawan perjanjian-perjanjian dengan Belanda dan menunjukkan perlawanan secara halus. Ia melakukan berbagai pembangunan ekonomi yang besar-besar. Bahkan, pembangunan yang dilaksanakan oleh Pakubuwono X menjadi simbol perlawanan dan semangat untuk tidak kalah dengan bangsa Eropa.

Kemajuan di Bidang Ekonomi

Pada masa itu, komoditas gula sedang menjadi primadona dunia. Pakubuwono X mengoptimalkan warisan leluhurnya yang telah merintis industri gula. Ia mengembangkan pabrik gula Mojo di Sragen dan pabrik gula Gondang di Klaten. Secara total, Kasunanan Surakarta mengoperasikan 15 pabrik gula, sebagian besar berlokasi di Klaten.

Tidak hanya itu, perekonomian Kasunanan Surakarta juga berkembang pesat. Bahkan, pada tahun 1897, produksi gula di Jawa mencapai 650.000 ton, melebihi produksi gula di negara Kuba. Luar biasa, bukan?

Pembangunan Infrastruktur untuk Kesejahteraan Rakyat

Tak hanya di bidang ekonomi, Pakubuwono X juga membangun berbagai infrastruktur untuk kemajuan dan kesejahteraan rakyatnya. Ia membangun fasilitas kesehatan, transportasi, olahraga, dan kebudayaan.

Di bidang kesehatan, Pakubuwono X membangun Rumah Sakit Panti Rogo yang kemudian menjadi Rumah Sakit Kadipolo. Ia juga mendirikan Apotek Panti Husada, sehingga penanganan kesehatan di Surakarta semakin maju.

Untuk transportasi, Pakubuwono X membangun Stasiun Jebres dan Stasiun Sangkrah. Hal ini membuat transportasi darat semakin lancar dan cepat, serta merangsang kemajuan gerak ekonomi dan kebudayaan.

Pendidikan juga menjadi perhatian Pakubuwono X. Ia membangun Sekolah Pamardi Putri Kasatrian dan Ris Studi Font. Semangat belajar masyarakat semakin tinggi, dan diharapkan kecerdasan juga akan meningkat. Pakubuwono X percaya bahwa kecerdasan menjadi kunci penting dalam kemajuan dan kemandirian yang mendukung aktivitas ekonomi.

Pengembangan Wisata dan Kebudayaan

Pakubuwono X juga memperhatikan pengembangan sektor wisata dan kebudayaan. Ia membangun Kebun Binatang Jeruk dan Taman Sriwedari sebagai tempat wisata, serta untuk mewadahi aktivitas kesenian dan kebudayaan. Bahkan, ia menggelontorkan dana 30.000 Golden untuk membangun Stadion megah di Taman Sriwedari pada tahun 1932. Stadion Sriwedari ini menjadi stadion pertama yang dibangun oleh pribumi.

Pakubuwono X ingin stadionnya megah dan lebih mewah daripada stadion-stadion yang dibangun oleh Belanda, seperti Stadion Menteng di Jakarta dan Stadion Gajayana di Malang.

Perlawanan Terhadap Belanda

Meskipun terkesan suka kemewahan, Pakubuwono X sebenarnya menggunakan itu sebagai cara untuk membangkitkan semangat dan menunjukkan bahwa ia tidak ingin kalah dengan bangsa Eropa. Ia melakukan pembangunan infrastruktur sebagai bentuk perlawanan yang halus terhadap Belanda.

Stadion Sriwedari, yang menjadi markas Persis Solo, seolah-olah menjadi sikap Pakubuwono X untuk menunjukkan bahwa ia tidak ingin sepak bolanya diremehkan. Sikap anti Belanda semakin jelas dalam politik Pakubuwono X. Ia mendukung berdirinya Sarekat Dagang Islam oleh Haji Samanhudi pada 16 Oktober 1905, meskipun organisasi pengusaha ini secara terang-terangan anti Belanda.

Pakubuwono X juga mendukung Cokroaminoto sebagai pentolan Sarekat Islam. Bahkan, ia memberikan fasilitas di Taman Sriwedari untuk dijadikan tempat kongres kedua Sarekat Islam pada tahun 1906. Bukan hanya itu, dari 11 pimpinan Sarekat Islam di Solo, 4 orang di antaranya adalah pejabat Kasunanan Surakarta. Pada kongres itu, Pangeran Hangabehi, putra sulung Pakubuwono X, menjadi pelindung Sarekat Islam. Kelak, Pangeran Hangabei menjadi Pakubuwono XI, residen Surakarta yang bertugas saat itu.

Pahlawan Nasional

Pakubuwono X wafat pada tahun 1939, enam tahun sebelum Indonesia merdeka. Meski sering dituduh melakukan politik dua kaki, Pakubuwono X telah berjasa dalam menyebarkan semangat kemerdekaan. Itulah sebabnya, pada tahun 2011, beliau dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional oleh pemerintah Indonesia.

Itulah cerita tentang masa kejayaan Keraton Surakarta di bawah pemerintahan Pakubuwono X. Dari masa-masa sulit hingga mencapai kemakmuran, Kasunanan Surakarta benar-benar mengalami perubahan yang menakjubkan. Semoga kita bisa mengambil inspirasi dari perjuangan dan semangat Pakubuwono X dalam memajukan negeri ini.

Posting Komentar untuk "Masa Kejayaan Keraton Surakarta di Bawah Pakubuwono X"