Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Seni Pertunjukan Kesenian di Indonesia

 

Seni Pertunjukan Kesenian di Indonesia
credit:freepik

Kebudayaan yang berakar kata dari budayaadalah sebuah desain besar yang membuat manusia mampu bertahan hidup, termasuk di dalamnya berbagai bentuk upaya manusia dalam menyatakan eksistensinya. Orang dapat menyadari siapa dirinya, dan juga memahami orang lain, disebabkan oleh adanya eksistensi. 

Konteks pemaknaan ini dilakukan dengan berbagai upaya “presentasi” atau “menyatakan diri”. Pada hakekatnya, presentasi adalah sebuah upaya menempatkan “diri” yang semula bersifat pribadi menjadi lebih nyata, atau membuat dirinya nyata, atau mewujud, atau membuat eksistensi baru di luar dirinya.

Pada konteks yang lebih luas upaya presentasi ini disebut sebagai kegiatan “mencipta”. Selama ini “mencipta” dikaitkan dengan entitas yang mengikutnya yaitu “karsa” atau kehendak, dan berikutnya “karya”, hasil ciptaan. 

Penafsiran ini masih diyakini dapat memberikan pemahaman dalam konteks kebudayaan yaitu berkaitan dengan upaya manusia berusaha menyatakan dirinya. Sungguhpun pada tataran yang lehih luas upaya “presentasi” tidak lagi merujuk pada hal-hal bersifat hakiki tentang makna “Presentasi”, atau “menyata’, atau “mewujud”, sebuah kehadiran individu menjadi pribadi yang memiliki citra diri.

Akan tetapi dapat bersifat sangat umum, yaitu memandang upaya “presentasi” sebagai sebuah desakan yang memiliki tendensius ekonomis, politik, atau berbagai hal yang sama sekali tidak berkaitan dengan kehendak hati nurani.

Upaya-upaya yang dilakukan dalam kerangka dan upaya untuk mempresentasikan dirinya, manusia selalu berusaha untuk menyatakan sesuatu yang berbeda dengan orang lain, atau mencoba sesuatu yang belum pernah dilakukan oleh orang lain sebelumnya. 

Hakekat yang bersifat alamiah ini menjadi salah satu ciri manusia sebagai makluk yang bersifat “mewujud”, keberwujudannya tidak hanya karena sifat kodrati yang bersifat anaotmis, tetapi karena adanya entitas yang disebut dengan “rasa”

Rasa dalam diri manusia tidak hanya sebuah entitas psikologis, akan tetapi sebuah perangkat sensorik yang memiliki kepekaan untuk merespon dan menimbulkan reaksi emosional, dimana salah satunya adalah mampu mengenali gejala yang disebut “estetik”.

Kesenian sebagai salah satu unsur kebudayaan didalamnya terkandung nilai estetika, sungguhpun pada kenyataannya kesenian itu setidaknya memiliki aspek yang secara komulatif terdiri dari “etika”, “moral” dan “teknik”

Maka secara mendasar, bahwa kesenian hadir dalam kerangka tersebut. Tidak ada satupun kesenian yang bersifat semata-mata hanya “teknik” dan juga tidak ada yang hanya sekedar mempresentasikan etika atau moral, akan tetapi ketiganya menjadi sebuah trilogi yang secara komulatif mewakili keberadaan diri menjadi sebuah pernyataan eksistensinya. 

Sungguhpun para penganut  paham formalisme, telah mengisolasi perangkat-perangkat tertentu yang membuat sebuah karya khusus sebagai sebuah karya. Teks bersifat otonom dan merupakan entitas materil, teks dianggap sebagai pegejawantahan ide-ide abstrak. 

Artinya sebuah kesenian tidak terkait dengan pencipta, tetapi kehadiran kesenian adalah semata-mata sebuah komulatif dari elemen-elemen yang secara teknis terogranisir. 

Pandangan ini telah berkembang dan membuat jarak yang melebar dengan pendangan eksistensialisme yaitu sebuah kesenian menghadirkan dirinya dalam kontestualitas yang bersifat esensial, baik untuk penciptanya (seniman), maupun lingkungan yang diekspresikan. 

Eksistensialisme pada dasarnya adalah menempatkan kesenian pada fungsi hakiki dari kehadirannya, sehingga orang hanya mampu memahami jika secara holistik mengenal benar subtansional dari kehadiran kesenian, diantaranya adalah adanya unsur etika, moral, dan teknik, serta kaitannya dengan konteks jiwa zamannya.

SENI PERTUNJUKAN

Kesenian berakar dari kata “seni”, dan sudah banyak pemikir (ahli) telah mengartikan kata tersebut dan semua orang telah memakluminya dalam konteksnya sebagai sebuah pernyataan estetika. Pada dasarnya kesenian dikelompkan dalam dua tataran pengindaraan, yaitu:

1. Seni visual (visual art) 

2. Seni pertunjukan (performing art)

Seni visual (visual art) pada prinsipnya adalah sebuah pernyataan yang substansi utamanya bersifat material yang berorentasi pada aspek keruangan, sehingga disebut juga seni yang meruang, atau membuat nuansa atau perwujudan kemeruangan. 

Kehadirannya di dalam ruang tidak hanya sebagai sebuah citra material, tetapi berbagai pemikiran yang melatar belakangi yang bertumpu pada aspek citra ruang itu sendiri. Ruang dalam seni visual adalah menempatkan kerangka material, atau aspek kebendaan menjadi mewakili aspek kedirian dari seniman. 

Citra diri dalam seni visual mewujud dalam bentuk (struktur) tata bangun dari garis, bidang, ruang, testur, warna, ritme, yang bersadar pada konsetualitas tertentu. Unsur tata bangun yang bersandar pada paradigma suryalistis, akan berbeda dengan realistik, atau apapun yang menjadi landasan proses kreatif.

Sedangkan Seni Pertunjukan (performing art) adalah karya yang diwujdukan melalui tingkah laku (action) yang berupa perwujudan tingkah laku atau kata-kata dengan disertai bunyi-bunyian sebagai iringan atau ilustrasi.

Pada dasarnya, seni pertunjukan merupakan suatu pernyataan citra diri secara pribadi (perorangan) atau kelompok yang mengkomunikasikan realitas, baik dikomunikasikan secara simbolik atau imitatif.

SENI PERTUNJUKAN DI INDONESIA

Seni Pertunjukan Kesenian di Indonesia
credit:instagram@suhendro_winarso

Pada prinsifnya seni pertunjukan di seluruh dunia ini sama, yaitu kehadirannya terkait dengan budaya yang membentuknya, sehingga dapat diamati pola-pola yang terkait atau terhubung dengan karaktersitik masyarakatnya, sehingga dapat dijumpai adanya seni pertunjukan yang bersifat etnik.

Pada perkembangan peradaban manusia yang mengarah pada suatu pola budaya yang mengarah pada suatu taraf kemudahan kehidupan, maka kenyataan seni pertunjukan yang bersifat etnik berubah atau diganti dengan yang kesenian Metropolis atau bercirikan budaya kota.

Seni pertunjukan etnik selalu berhubungan dengan tata kehidupan kekerabatan yang memiliki ikatan-ikatan pola sosial, sehingga melahirkan suatu yang disebut “pewarisan”, pewarisan ini memiliki kegunaan tertentu, utamanya untuk menyangga adat yang pada umumnya disebut sebagai seni pertunjukan tradisional. 

Sementara seni pertunjukan yang memiliki ciri-ciri metropolis pada umumnya bersifat lebih mengacu pada kekinian sehingga disebut “kontemporer”. Ekspresi yang bersifat kekinian tentunya memiliki ciri-ciri yang menonjolkan inovasi (pembaharuan) maka selanjutnya disebut sebagai seni pertunjukan “modern”. 

Varian dari seni pertunjukan modern yang seringkali tampil sebagai bentuk “kemasan” atau Kicth, adalah seni pertunjukan yang bersifat menghibur, perkembangannya sesaat dan tidak memiliki dasar filosifis yang dalam. Perkembangan seni pertunjukan hiburan ini disebut sebagai populer performing art (seni pertunjukan populer).

Seni pertunjukan di Indonesia juga mengalami kenyataan tersebut, sehingga pada perkembangannya melahirkan berbagai bentuk, jenis, dan warna atau corak yang beragam. Semua itu dapat dipisahkan dari ciri-ciri perkembangan budaya yang dialami oleh manusia serta perkembangan lingkungannya. 

Karena kenyataan yang berkembang dewasa ini, seni pertunjukan tidak dapat diartikan secara sempit, tetapi sudah mengalami sebuah perluasan makna. 

Artinya seni pertunjukan tidak dapat dimaknai sebagai seni yang untuk kegiatan ritual (upacara keagamaan) atau untuk hiburan yang memberikan dukungan pada moral etnik, tetapi seni pertunjukan telah menjadi bagian dari kehendak manusia untuk mendapatkan respon sesamanya. 

Perhatikan penampilan-penampilan orang-orang tertentu yang mengkonstruksi tubuhnya dengan berbagai busana, asesoris, atau atribut tertentu. Bahkan untuk mendapatkan perhatikan tertentu, orang menggunakan “pertunjukan” sebagai sebuah pernyataan untuk menyampaikan aspirasi, pikiran, atau gagasan untuk mendapatkan perhatian orang lain.

Seni pertunjukan adalah bagian dari kehidupan manusia, baik secara definitif (termaknai secara terbatas) atau hadir sebagai sebuah pernyataan yang bersifat alami, sesperti masyarakat suku-suku terasing. 

Mereka tidak sangat jelas membedakan antara kehidupan dan pertunjukan. Mereka hidup dalam sebuah dunia yang seutuhnya adalah “pernyataan”, ungkapan yang esensial sebagai manusia yang memiliki dorongan untuk mengekspresikan diri dan sekaligus berkomunikasi.

Mari kita coba mengekspresikan diri sebagai manusia yang secara wajar berkehendak untuk berkomunikasi.

Demikianlah ulasan artikel tentang Seni Pertunjukan Kesenian di Indonesia. Semoga artikel ini dapat menambah wawasan Anda.

Posting Komentar untuk "Seni Pertunjukan Kesenian di Indonesia"