Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Aneka Kebudayaan Betawi

Aneka Kebudayaan Betawi
credit:instagram@assaifalii

Kebudayaan Betawi banyak dijumpai di kawasan Jakarta. Hal ini karena secara sejarah, suku betawi merupakan suku warga asli yang mendiami Jakarta. Sejak masa penjajahan Belanda, suku ini sudah tersebar di berbagai wilayah di Batavia, sebutan untuk Jakarta pada masa penjajahan Belanda.

Seiring dengan perkembangan yang terjadi di Jakarta, keberadaan Suku Betawi semakin terpinggirkan. Hal ini berdampak pada semakin sulitnya menemukan kebudayaan betawi dalam kehidupan sehari-hari. Terlebih dengan adanya teknologi modern, menjadikan generasi muda tidak banyak lagi yang mau untuk melestarikan kebudayaan Betawi.

Kebudayaan Betawi sendiri memiliki ciri yang diwarnai dari berbagai kebudayaan berbagai macam suku bangsa. Hal ini karena asal mula kemunculan Suku Betawi sendiri yang berasal dari percampuran berbagai macam etnis dan suku bangsa di masa lalu.

Dari sudut pandang biologis, suku Betawi berasal dari suku-suku yang tersebar di seluruh Indonesia. Hal ini terjadi karena pada masa penjajahan Belanda kota Batavia dijadikan sebagai pusat perdagangan oleh pemerintah Belanda. 

Dan untuk mendukung pembangunan kota Batavia ini, pemerintah Belanda mendatangkan suku-suku dari berbagai wilayah di Indonesia untuk dijadikan budak.

Para budak dari berbagai macam suku inilah yang kemudian melahirkan suku Betawi di Jakarta. Sebab, orang-orang yang didatangkan dari berbagai wilayah tersebut kemudian melakukan perkawinan antar etnis yang kemudian dikenal dengan Suku Betawi.

Istilah Betawi sendiri digunakan untuk mengidentifikasi seseorang yang lahir di Jakarta. Sedangkan kata Betawi, merupakan turunan dari kata Batavia yang digunkana oleh Belanda untuk menyebut Jakarta.

Dalam sejarah, kata Betawi sendiri baru dikenal sejak tahun 1930an. Hal ini diketahui dari hasil penelitian yang dilakukan oleh para ahli sejarah dengan berdasar bukti-bukti fisik yang ditemukan. Bukti tersebut antara lain hasil sensus penduduk yang dilakukan pada masa sebelum kemerdekaan tersebut.

Dari sensus penduduk yang dibuat pada tahun 1615 dan 1815, di Batavia terdapat berbagai macam etnis namun tidak satupun yang mengaku sebagai etnis Betawi. Pada sensus 1893, hasil sensus menyebutkan beberapa etnis yang pada sensus sebelumnya muncul, pada sensus tahun tersebut tidak lagi muncul. 

Diduga, beberapa etnis yang tidak lagi tersebut dalam sensus itu, dimasukkan ke dalam kelompok masyarakat pribumi. Mereka inilah yang pada kemudian hari disebut sebagai etnis Betawi.

Secara resmi, istilah Betawi baru ditemukan pada sensus tahun 1930. Pada saat itu, suku Betawi merupakan suku mayoritas yang mendiami kawasan Jakarta. Tercatat ada 778.953 jiwa yang mengaku sebagai suku Betawi dan tinggal di Jakarta.

Sebelumnya pada tahun 192, seorang tokoh masyarakat Betawi, mendirikan Perkoempoelan Kaoem Betawi. Hal ini digunakan untuk menghimpun kekuatan para penduduk asli Jakarta untuk melawan penjajah Belanda. Pada saat itulah, sebagian masyarakat mulai tumbuh kesadarannya bahwa mereka berasal dari etnis yang sama, yaitu etnis Betawi.

Pada saat ini, keberadaan Suku Betawi tidak hanya bisa dijumpai di Jakarta. Hal ini tidak terlepas dari perkembangan pembangunan di ibu kota yang menarik minat sebagian penduduk di Indonesia untuk mengadu nasib di sana. 

Akibatnya, keberadaan suku Betawi sebagai penduduk asli Jakarta semakin tergusur. Sebagian dari mereka kemudian memilih untuk mencari peruntungan di luar Jakarta termasuk ke luar pulau Jawa. Hal inilah yang menyebabkan masyarakat suku Betawi pada saat ini juga sudah bisa dijumpai di berbagai kawasan di Nusantara.

Kebudayaan Betawi

budaya-betawi
credit:instagram@koransulindo

Dengan melihat sejarah terbentuknya suku Betawi ini, bukan hal yang aneh apabila kemudian kebudayaan Betawi juga memiliki pengaruh dari kebudayaan berbagai macam etnis yang membentuk suku Betawi. Kebudayaan yang ada dan terpengaruh berbagai macam campuran budaya ini disebut dengan budaya Mestizo.

Dengan adanya perkembangan zaman, keberadaan kebudayaan Betawi di Jakarta semakin terpinggirkan. Hal ini seiring dengan semakin terpinggirkannya masyarakat Betawi ke wilayah pinggiran karena tidak mampu melawan pesatnya pembangunan yang seringkali menggusur penduduk asli Jakarta.

Untuk menjaga kelestarian kebudayaan Betawi ini, dibuatlah sebuah kawasan yang difungsikan sebagai lokasi cagar budaya. Lokasi ini berada di kawasan Srengseng Sawah, dan masuk ke dalam wilayah Jagakarsa, Jakarta Selatan. Lokasi ini dinamakan Situ Babakan.

Kata Situ sendiri berasal dari bahasa Sunda yang artinya adalah danau. Dan di wilayah yang dijadikan cagar budaya tersebut, memang terdapat dua buah danau sehingga kawasan tersebut dikenal dengan nama Situ Babakan.

Kawasan ini dipilih sebagai tempat untuk menjaga kelestarian kebudayaan Betawi sejak tahun 2004. Alasan dipilihnya lokasi ini karena di tempat tersebut masih banyak dijumpai perkampungan asli Betawi. 

Peresmian dan pencanangan kawasan tersebut sebagai lokasi cagar budaya dilakukan bersamaan dengan hari ulang tahun Jakarta ke 474, dengan sebutan Pusat Perkampungan Betawi.

Lokasi cagar budaya Betawi ini terdiri dari kawasan seluas 165 hektar. Lahan seluas ini meliputi kebun rakyat, kampung masyarakat Betawi dan juga kedua danau yang ada di samping kawasan tersebut. 

Diharapkan dengan adanya situs cagar budaya ini, kebudayaan Betawi tidak menjadi hilang karena pembangunan di wilayah ibu kota.

Di Situ Babakan, masyarakat bisa mengembangkan usaha mereka serta membantu program penghijauan. Masyarakat pun dibantu untuk mengembangkan industri tradisional khas Betawi, seperti pembuatan makanan khas misalnya dodol Betawi atau juga Bir Pletok. 

Dan sebagaimana kehidupan desa pada umumnya, di kawasan tersebut juga dikembangkan sistem pertanian, pembudidayaan ikan menggunakan sistem keramba di danau. Juga mengembangkan wisata seperti pemancingan, pembuatan kerajinan dan juga perdagangan.

Tidak ketinggalan, berbagai macam kesenian asli Betawi secara rutin dipentaskan di tempat tersebut. Waktu pementasan kebudayaan Betawi ini dilakukan pada hari Sabtu dan Minggu. 

Pada saat tersebut, digelar berbagai kesenian khas Betawi, misalnya Lenong, Gambang Kromong, Tari Cokek, Ondel-ondel dan lain sebagainya. Tak ketinggalan berbagai sajian khas Betawi juga turut meramaikan acara tersebut misalnya kerak telor.

Dengan pementasan berbagai seni budaya Betawi ini diharapkan menjadi media untuk menjalin keakraban antara semua pihak. Terlebih, kesenian Betawi memang diciptakan sebagai media bagi semua pihak untuk berkomunikasi. Itulah mengapa, dalam beberapa pentas kesenian, sering tercipta interaksi antara penonton dan para pemain di atas pentas.

Hal ini terutama bisa dijumpai pada kesenian lenong, yang merupakan kesenian teater tradisional Betawi yang mengangkat tema humor. Pada kesenian yang sudah lahir sejak akhir abad 19 ini, semua penonton berhak untuk berkomentar pada semua kegiatan pemain di atas panggung. 

Mereka berhak pula untuk menyampaikan pemikiran mereka, tanpa perlu menunggu waktu khusus. Sehingga seolah-olah tidak ada jarak antara pemain dengan penonton kesenian lenong ini.

Hal ini sangat dimungkinkan, karena dalam pementasan kesenian lenong ini tidak menggunakan naskah baku sebagaimana pementasan seni drama pada umumnya. Para pemain lenong hanya mendapatkan arahan cerita dalam bentuk garis besarnya saja. 

Sedangkan untuk proses dialog di atas pentas, ditentukan pada kemampuan masing-masing pemain untuk mengolah kata dan beradu cerita, baik dengan sesama pemain lenong atau juga dengan penonton. Hal ini menjadikan sebuah keunikan tersendiri dan menjadi media keakraban bagi semua pihak.

Posting Komentar untuk " Aneka Kebudayaan Betawi"