Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Mengenal Kebudayaan Minahasa

Mengenal Kebudayaan Minahasa
credit:instagram@yan_rama

Minahasa adalah salah suku di Sulawesi. Kebudayaannya cukup unik untuk dipublikasikan ke dunia internasional. Sebuah kebudayaan yang kaya dengan kearifan warna lokal, yang masih bertahan sampai saat ini. Ternyata, kebudayaan Minahasa mempunyai corak yang sama dengan masyarakat Filipina.

Minahasa dan Filipina

Menurut fakta penyelidikan kebudayaan para antropolog, pada sekitar abad ke-16 orang-orang Filipina hijrah ke pulau Sulawesi dan mengadakan perdagangan yang akhirnya membentuk koloni dan membaur dengan masyarakat setempat. 

Kaum pendatang sendiri di Minahasa disebut kaum Kuritis dan kaum Lawangirung yang memiliki ciri-ciri berambut keriting dan berhidung pesek.

Penduduk asli Minahasa disebut dengan kaum Malesung yang terdiri dari Tonsea, Tombolu, Tompakewa Tolour, Bantean, Tongsewang, dan Suku Bantik. Mereka mempunyai bahasa daerah masing-masing. 

Bahasa daerah yang masih digunakan di Minahasa sampai sekarang ada sekitar enam bahasa, yaitu bahasa Tontemboan, bahasa Tombolu, bahasa Tonsea, bahasa Tondano, bahasa Bantik, dan Bahasa Tonsawang (yang lebih mirip bahasa Melayu) karena suku Sawang merupakan suku Melayu.

Orang-orang Minahasa mempunyai ikatan darah yang cukup kuat dengan orang Filipina dan orang Jepang. Mereka sama-sama berkerabat dan keturunan bangsa Mongol yang tinggal di daratan Cina. 

Hal itu dapat kita lihat dari mata mereka yang agak sipit, rambut mereka yang lurus lembut, tulang pasar mereka yang agak rata, dan berhidung pesek juga kulit mereka yang kuning coklat.

Keenam bahasa yang masih digunakan sampai sekarang pun masih serumpun dengan bahasa Tagalog di Filipina. Oleh karena itu, jangan heran jika ada beberapa kosakata dalam bahasa Tonsawang yang notabene bahasa Melayu juga mengadaptasi bahasa Tagalog di Filipina.

Menurut mitos yang menyebar di sana dikatakan bahwa nenek moyang orang Minahasa adalah Opo Toar dan Opo Lumimuut yang mempunyai cerita dengan berbagai versi. Dan ternyata, versi-versi cerita tersebut juga menyebar di Filipina sebagai cerita rakyat.

Kepercayaan Suku Minahasa

rumah-adat-minahasa
credit:instagram@rumahpanggung08

Bentuk dari kepercayaan dari suku Minahasa pun merupakan warisan budaya yang luhur yang masih bertahan sampai sekarang. Hal ini dapat kita lihat dari bentuk rumah mereka. Rumah adat Minahasa merupakan rumah kayu dalam bentuk panggung yang terdiri dari dua tangga di depan rumah.

Menurut kepercayaan mereka, peletakan tangga tersebut untuk melinglungkan roh jahat yang akan masuk ke dalam rumah. Jika ada setan masuk dengan tangga yang satu maka dia akan turun kembali dengan tangga yang satunya lagi.

Dalam kepercayaan orang Minahasa, ada beberapa istilah yang digunakan untuk menyebut para pemuka agama. Misalnya, dalam golongan Makasiow pembuka agama disebut Walian atau Tonnas. 

Sedangkan golongan Makatelu pitu disebut pengatur atau pemerintah desa. Mungkin kepala desa atau kepala suku untuk lebih jelasnya.

Walian atau Tonas terdiri dari sembilan orang yang merupakan pengatur keseimbangan alam dan dunia spiritual. Sedangkan Tonas bertugas memerintah masyarakat yang mengatur hubungan sesama manusia.

Sistem Pemerintahan

Dalam kebudayaan Minahasa yang sangat demokratis, tidak pernah terbentuk kerajaan. Kepala pemerintah adalah kepala keluarga yang disebut Paduan Tua atau patuan. Patuan atau panutan merupakan orang yang dituakan dan dianggap paling bijak dalam mengambil keputusan.

Mereka akan merundingkan segala sesuatu jika akan menyelesaikan sebuah urusan, baik masalah dalam perselisihan atau masalah dalam membuka lahan baru untuk pertanian.

Seorang Patuan tidak boleh memerintah sewenang-wenang terhadap anggota masyarakatnya karena dia dipilih atas kebijakan masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu, budaya demokrasi sudah mengakar dalam kehidupan masyarakat minahasa selama berabad-abad.

Karena sistem pemerintahan berjalan dengan demokratis dan masyarakatnya yang multietnis maka rasa persaudaraan antar pemeluk agama terjalin dengan baik, baik di Minahasa maupun di Kota Kawangkoan. 

Kawangkoan terkenal sebagai kumpulan pedagang atau saudagar. Bahkan, dikenal sampai sekarang. Mereka biasanya pencari besi tua.

Budaya Brantang

Kebudayaan Minahasa yang paling terkenal adalah budaya Brantang, yaitu acara makan bersama dalam rangka silaturahmi antara keluarga yang dilakukan jika ada kematian dalam keluarga. 

Sehari setelah upacara penguburan, acara Brantang pun dimulai. Biasanya saudara-saudara jauh akan datang dan membayar sejumlah uang sebagai rasa bela sungkawa, lalu dipersilahkan untuk makan sepuasnya.

Upacara Brantang akan diadakan sehari penuh dari pagi sampai malam bahkan kadang sampai pagi lagi jika memang tamu yang datang masih banyak. Upacara semacam ini masih diadakan sampai sekarang, terutama di desa-desa terpencil dan masih kuat dengan budaya lokal.

Posting Komentar untuk " Mengenal Kebudayaan Minahasa"