Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kesenian Kuda Lumping


Kesenian Kuda Lumping

Kesenian Kuda Lumping - Seni Kuda Lumping merupakan salah satu jenis kesenian tradisional yang berkembang di wilayah Jawa Tengah. Kesenian Kuda Lumping adalah jenis kesenian yang di tampilkan dalam acara - acara tertentu, dimana pada awalnya dahulu kesenian ini bertujuan untuk menyambut dan menghormati tamu yang datang.

Kesenian kuda lumping, adalah suatu tarian yang menggambarkan gerakan-gerakan keterampilan keprajuritan dengan kuda. Beberapa wilayah di Jawa Tengah yang tercatat masih melestarikan kesenian kuda lumping ini, diantaranya adalah Kabupaten Magelang, Semarang, Kendal, Pekalongan, Batang, Tegal, Pemalang, Wonosobo dan Temanggung. Masing-masing kabupaten tersebut mempunyai ciri khas dalam pagelaran atau pementasan kesenian kuda lumping tersebut.

Kesenian kuda lumping memiliki sebutan yang lain yakni jathilan yang kemudiana dikenal dengan Jaran kepang. Namun secara umum masyarakat di Indonesia lebih mengenal kesenian Kuda lumping karena telah menjadi sebuatan yang populer dibandingkan dengan jathilan maupun jaran kepang. 

Kata Jathilan sendiri berasal dari kata "Jathil" yang mengandung arti menimbulkan gerak reflek melonjak, sebagai tanda mendapatkan kebahagiaan.  Kebahagiaan ini tersirat dalam sebuah tarian yang terinspirasi dari cerita rakyat yakni pertemuan antara Panji Asmorobangun dengan Dewi Sekartaji.

Sementara itu, penyebutan kuda lumping sebagai jaran kepang di sebabkan karena tarian ini mempergunakan alat peraga berupa jaranan (kuda-kudaan)  yang terbuat dari anyaman bambu yang di kepang. 

Kisah atau cerita tentang Panji Asmorobangun dan Dewi Sekartadji ini sendiri adalah sebuah cerita yang berasal dari jaman kerajaan Jenggala dan Kediri. Cerita ini mengalami masa kejayaannya pada zaman kerajaan Majapahit. 

Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya bentuk-bentuk seni tari yang bersumber pada cerita yang sama di tempat yang lain yang mendapatkan pengaruh dari kerajaan Majapahit.

Pada masa itu, mayoritas masyarakat pulau Jawa memeluk agama Hindu, yang percaya akan adanya roh dari para leluhur atau nenek moyang. 

Pertunjukan jathilan sebelumnya bertujuan untuk memanggil roh-roh atau arwah dari nenek moyang mereka, sehingga pada setiap pertunjukan kesenian kuda lumping selalu dipentaskan hingga para pemainnya mengalami kesurupan (kehilangan kesadaran). 

Dalam keadaan kesurupan  tersebut para  pemainnya kemudian mampu melakukan hal-hal di luar kemampuan manusia normal pada umumnya, seperti memakan kaca, berjalan diatas bara api dan sebagainya.

Kesenian Kuda Lumping
image via instagram@kudalumping_rosojatibiro

Kesurupan tersebut diakibatkan oleh bunyi-bunyian khusus dengan irama yang statis disertai dengan  gerakan yang monoton. Pemain kuda lumping tersebut akan menari dengan berkonsentrasi terhadap keyakinan akan datangnya roh-roh atau arwah. 

Pada awalnya para pemain kuda lumping tersebut akan merasa pusing-pusing, kemudian secara perlahan - lahan mulai kehilangan daya pikir dan akhirnya benar - benar menjadi kesurupan oleh roh-roh halus.

Seiring dengan berkembangnya zaman, kesenian kuda lumping yang pada awalnya bertujuan untuk mendatangkan roh-roh atau arwah nenek moyang kemudian berkembang menjadi kesenian yang ditampilkan untuk menyambut datangnya raja-raja atau pemimpin yang dihormati. 

Meskipun dalam pertunjukannnya terkadang masih juga ditemukan adanya pemain yang mengalami kesurupan, namun secara prinsip kesenian tersebut bukan lagi bertujuan untuk mendatangkan roh atau arwah nenek moyang lagi.

Kesenian Kuda Lumping telah mengalami banyak perubahan dengan adanya tambahan dan kreasi - kreasi baru dari para pelaku kesenian tersebut. Sebagai contoh adalah kesenian kuda lumping yang berada di Kabupaten Temanggung Jawa Tengah. 

Di Temanggung kesenian ini sudah dikembangkan dengan kreasi-kreasi baru,  sehingga gerak tari para pemainnya sudah tidak monoton lagi. Para pemainnya telah dilatih dengan gerakan-gerakan baru yang dinamis dan indah sehingga dapat diterima oleh masyarakat secara luas.

Kesenian jathilan yang merupakan cikal-bakal dari kesenian kuda lumpingmemiliki perbedaan dengan tarian kuda lumping yang kita kenal sekarang. Perbedaan tersebut antara lain pada alat musik, bentuk kuda, busana penari dan lain - lain. 

Alat musik  pada kesenian jathilan cukup dengan satu buah kendang, dua bende, tiga angklung dan satu gong bambu. Sementara pada kesenian kuda lumping sudah banyak sekali tambahan instrumen musik lainnya, antara lain, kecek, demung, kenong, kelining dan sebagainya.

Perbedaan tersebut juga tampak pada bentuk kuda lumping yang di gunakan. Saat ini bentuk kuda lumping lebih mengutamakan keindahan, dan bentuknya dibuat lebih kecil jika dibandingkan dengan kuda lumping pada kesenian jathilan. 

Busana penari juga mengalami perubahan, dimana dahulu hanya mengenakan pakaian seadanya, namun sekarang telah menggunakan kostum yang sangat lengkap.

Bentuk tarian kuda lumping sendiri, menggambarakan gerakan kuda dan olah keprajuritan yang tegas dan berjiwa ksatria. Beberapa nama jenis tarianya adalah untu walang, kiring duap, congklang, tamburan, dan pincangan.

1. Ragam Pertunjukan Kuda Lumping

Bentuk pementasan kesenian kuda lumping kini lebih disesuaikan dengan maksud dan keperluan tertentu, diantaranya:

a. Bentuk Unit

Untuk kepentingan peringatan hari-hari besar ataupun keramaian desa seringkali dipentaskan kesenian kuda lumping dalam bentuk unit. Pemainnya terdiri dari tujuh hingga dua puluh satu
orang. 

Dalam kegiatan acara yang lebih besar seperti peresmian proyek- proyek besar, kuda lumping sering dipentaskan dalam bentuk massal (kolosal). Pemainnya biasanya terdiri dari dua puluh lima orang bahkan hingga seribu orang.

b. Bentuk Pawai

Pada pementasannya, pemain yang terlibat cukup tujuh hingga dua puluh satu orang. Dalam bentuk pawai diperlukan gerakan-gerakan tertentu yang menarik perhatian bila akan melewati panggung kehormatan yang di tempati oleh para pejabat pemerintahan.

c. Bentuk Sendratari

Bentuk seperti ini biasanya  dipentaskan di atas panggung atau di dalam sebuah gedung pertunjukan. Cerita vang menjadi lakon dalam pertunjukan seperti ini biasanya adalah cerita Panji, yaitu lakon Panji Asmorobangun dan lakon Kelono Asmorodono.

2. Sejarah Kesenian Kuda Lumping

Kesenian Kuda Lumping
image via instagram@geris_ger

Seperti yang sudagh saya sampaikan diatas bahwa kesenian Kuda Lumping adalah tarian tradisional dari Jawa yang menggambarkan sekelompok prajurit yang seolah - olah sedang menunggang kuda dan dalam pementasannya seringkali para pemainnya mengalami kesurupan.

Sebelum melangkah ke sejarah kesenian kuda lumping, sebaiknya kita ketahui terlebih dahulu beberapa fakta terkait dengan kuda lumping tersebut, yaitu:

  • Kuda Lumping adalah kesenian tradisional yang berasal dari pulau Jawa dan dikenal dengan berbagai nama termasuk Jaran Kepang, Jaranan, Jathilan, dan Ebug.
  • Tarian kuda lumping ini didasarkan pada sebuah cerita legenda Raja Ponorogo yang selalu menggunakan pasukan berkuda untuk memenangkan peperangan.
  • Kuda Lumping merupakan simbolisasi dari kekuatan supernatural masyarakat Jawa dalam melawan pasukan penjajah Belanda di masa lampau.
  • Kesenian Kuda Lumping tersebar di seluruh pulau Jawa, mulai dari provinsi Banten di Jawa Barat hingga ke Jawa Timur.
  • Setiap daerah memiliki ciri khas tersendiri terkait dengan kesenian kuda lumping ini seperti Yogyakarta dengan Kathilannya dan Lumajang dengan Jaran Kecaknya.
  • Hingga saat ini sudah tercatat ada 19 jenis kesenian Kuda Lumping di berbagai daerah di Indonesia.
Sementara menurut catatan sejarah, ada beragam versi mengenai sejarah kesenian kuda lumping ini, antara lain:
  • Tarian ini sudah ada sejak zaman primitif dahulu, dimana tarian ini digunakan dalam upacara adat ataupun ritual yang bersifat magis. Pada awalnya, semua properti yang digunakan masih sangat sederhana. 
  • Asal-usul tarian kuda lumping ini berawal dari bentuk apresiasi dan dukungan penuh oleh kalangan masyarakat umum dan rakyat jelata. Dukungan tersebut diberikan atas perjuangan Pangeran Diponegoro beserta pasukan berkudanya dalam melawan dan mengusir penjajah Belanda.
  • Asal-usul tarian kuda lumping tercipta dari perjuangan Raden Patah. Pendapat ini menggambarkan perjuangan Raden Patah beserta dengan Sunan Kalijaga dan para pasukannya dalam usaha untuk mengusir para penjajah di bumi Nusantara dulu.
  • Tarian kuda lumping berasal dari gambaran proses latihan pasukan perang Kerajaan Mataram dibawah komando Sri Sultan Hamengku Buwono I dalam perjuangan mengusir penjajah Belanda.
  • Tarian kuda lumping merupakan cerita tentang seorang Raja yang sangat sakti di tanah Jawa pada masa lampau.
Meskipun setidaknya terdapat lima versi tentang sejarah kesenian kuda lumping tersebut, namun seluruh versi diatas belum teruji kebenarannya,dan hal tersebut bukanlah suatu masalah bagi kita. 

Satu hal yang sudah pasti benar adalah bahwa kesenian kuda lumping ini merupakan kebudayaan asli bangsa Indonesia yang sudah ada sejak zaman dahulu dan tetap lestari hingga sekarang.

3. Properti Tarian Kesenian Kuda Lumping

Kesenian Kuda Lumping
image via instagram@ponco_m_singgih_k

Berikut ini adalah penjelasan tentang properti atau perlengkapan kesenian kuda lumping, antara lain sebagai berikut:

Anyaman Kuda Kepang Dari Bambu

Properti pertama yang digunakan dalam pementasan kesenian kuda lumping adalah anyaman kuda kepang dari bambu. Dalam perkembangan selanjutanya bahan yang digunakan untuk membuat kuda kepang tidak hanya bambu saja, akan tetapi juga terbuat dari bahan plastik yang lebih simple dan hemat.

Baju Penari

Baju yang dikenakan oleh para penari kesenian kuda lumping sangat beragam, terutama pada bagian atasannya. Namun, secara umum biasanya yang digunakan adalah jenis kemeja dan bentuk kaos, dengan warna - warna yang cerah. Baju atasan para penari tersebut kemudian dilengkapi dengan tambahan rompi.

Celana Panjang

Properti kesenian kuda lumping selanjutnya adalah celana panjang yang posisinya agak menggantung, atau berada diatas mata kaki. Gunanya adalah untuk mempermudah penari dalam bergerak, dan supaya terkesan lebih lincah. Pada bagian atas pingang biasanya dihiasi dengan selendang yang apad umumnya bercorak batik.

Kaos Kaki

Properti ini adalah aksesories tambahan dan tidak wajib untuk digunakan, akan tetapi banyak group penari yang tetap menggunakannya sebagai penghias (aksesories  tambahan) dan untuk menghindari bahaya yang ada diluar kendali ketika pemain kesurupan.

Gelang

Sama seperti Kaos kaki, fungsi gelang dalam tarian kuda lumping adalah sebagai penghias saja. Secara umum, motif gelang yang digunakan ada bermacam-macam, namun pada umumnya berwarna kuning keemasan. Gelang ini akan digunakan oleh para penari pria maupun wanita ketika pementasan sedang berlangsung.

Sesumping

Sesumping adalah hiasan tambahan yang terdapat pada bagian telinga para penari. Sama dengan kaos kaki ataupun gelang, maka properti ini juga tidak wajib digunakan. Properti ini akan memancarkan kilauan cahaya, serta memiliki bentuk seperti yang digunakan dalam pertunjukan wayang orang.

Apok

Apok merupakan sebuah lapisan penutup terakhir setelah baju dalam dan rompi, bentuknya unik dan di buat khusus. Apok merupakan simbol kegagahan dan keperkasaan penari laki-laki yang terletak di bagian dada hingga menjulur ke belakang.

Rompi

Rompi adalah lapisan kain antara kaos bagian dalam dan apok. Biasanya rompi ini hanya dipakai oleh para penari wanita saja. Selain itu, motif yang digunakan pada setiap group kesenian juga berbeda - beda, tergantung pada keinginan dan ciri daerah masing-masing group kesenian tersebut berasal.

Penutup Kepala

Properti yang satu ini lebih identik dikenakan oleh para penari wanita, karena merupakan simbol untuk pelindung kepala, pada saat pasukan wanita pergi berjuang ke medan perang. Namun demikian, hal tersebut bukan berarti bahwa para penari laki-laki tidak boleh menggunakannya.

Sabuk Hias

Fungsinya adalah sebagai  pengikat untuk menguatkan keseluruhan kostum yang digunakan oleh para penari tersebut. Warna sabuk hias yang biasa digunakan  dikombinasikan dengan tata busana yang digunakan agar warnanya serasi.

Selendang

Fungsi selendang ini sama dengan sabuk hias, yaitu sebagai pengikat, sekaligus hiasan tambahan. Untuk kriteria yang digunakan oleh setiap group juga berbeda-beda, baik dari segi corak, warna, maupun motifnya.

Kacamata Hitam

Properti ini memiliki fungsi agar gerak-gerik mata para penari tidak terlihat oleh penonton. Sebab sorot mata mereka akan terlihat sangat liar, pada saat pementasan sedang berlangsung, terutama jika mantra-mantra sang pawang telah diucapkan dan para penari ada yang kesurupan.

Ikat Kepala

Ikat kepala berfungsi sebagai aksesoris tambahan dan tidak wajib digunakan oleh para penari. Ikat kepala yang digunakan akan menyesuaikan dengan keseluruhan warna kostum dari para penarinya.

Cambuk (Cemeti)

Hampir semua penari dalam pertunjukan kesenian kudi lumping ini akan memegang cambuk pribadi pada saat pementasan, akan tetapi hanya ada 1 atau 2 cambuk yang panjangnya mencapai hingga 2 meter, dimana cambuk tersebut adalah cambuk khusus dan jika dihempaskan ke tanah akan mengeluarkan suara yang sangat keras dan nyaring.

Parang Imitasi

Parang imitasi ini terbuat dari bahan berupa kayu, dengan kombinasi cat yang beragam, sehingga terlihat seperti parang sungguhan. Makna parang disini adalah sebagai simbol perlawanan rakyat pribumi terhadap penjajah kala itu.

4. Fungsi Kesenian Kuda Lumping

Fungsi kesenian kuda lumping antara lain:

Di Bidang Pendidikan

Pertunjukan kuda lumping merupakan sebuah bentuk penggambaran atas watak manusia yang baik dan buruk. Terdapat banyak sekali nilai - nilai dan norma yang terkandung dalam tarian ini, misalnya mengajak kita untuk terus berbuat kebaikan selama kita memiliki akal yang sehat.

Di Bidang Hiburan

Pertunjukan kesenian kuda lumping yang ada di berbagai daerah, merupakan sarana atau media hiburan untuk masyarakat. Masyarakat terlihat sangat antusias untuk menonton pertunjukan kesenian kuda lumping ini dalam berbagai macam kesempatan.

Di Bidang Sosial

Kuda lumping merupakan jenis kesenian yang dimainkan secara teamwork, mulai dari sang pawang, para penari hingga pemain musik yang menjadi pengiringnya. Untuk menciptakan sebuah penampilan yang maksimal, maka seluruh anggota tim yang terlibat  harus bekerjasama dengan baik. Jika terdapat salah satu saja yang lalai, maka hasilnya pertunjukan tersebut menjadi tidak maksimal.

Di Bidang Kepercayaan

Pertunjukan kesenian kuda lumping ini mengajarkan kepada kita untuk percaya kepada hal - hal yang ghaib. Ini tentu selaras dengan ajaran agama Islam misalnya yang mewajibkan kita untuk percaya kepada hal - hal ghaib karena itu merupakan salah satu daru rukun iman.

5. Iringan Kesenian Kuda Lumping

Kesenian Kuda Lumping
image via instagram@senibudayatemanggung

Dalam pertunjukan kesenian kuda lumping dibutuhkan keberadaan musik pengiring agar pertunjukan tersebut maksimal. 

Berikut ini adalah alat musik pengiring kesenian kuda leumping, yaitu:

Gong

Gong terbuat dari bahan besi atau perunggu dengan bentuk melingkar dengan diameter yang berbeda - beda. Pada bagian tengahnya terdapat lingkaran yang agak menonjol ke depan dan menjadi bagian yang harus di pukul agar bisa menghasilkan bunyi. Jenis gong yang digunakan dalam pertunjukan kuda lumping antara lain gong kempul dan gong suwukan. 

Bonang

Alat musik bonang sering disebut dengan kenong. Bonang memiliki bentuk fisik yang tidak jauh berbeda dengan alat musik gong,namun memiliki ukuran diameter yang lebih kecil.

Berbeda dengan alat musik gong dimana penempatannya dengan cara di gantung, maka penempatan bonang ini adalah secara horisontal. Bahan yang dipakai untuk membuat bonang adalah besi atau perunggu dengan alat pemukul dari Munggur. 

Saron

Alat musik saron berbentuk pipih dan diletakkan secara horisontal. Suara yang dihasilkan dari alat musik ini hampir sama dengan suara lonceng, akan tetapi lebih mendengung.

Adapun jenis saron yang digunakan adalah saron slendro dan saron pelog. Berdasarkan pada jumlah bilahnya, saron dengan laras pelog pada umumnya mempunyai 7 bilah, sedangkan untuk saron laras slendro mempunyai 7 bilah atau 9 bilah atau 12 bilah. Bahan yang di gunakan untuk membuatnya adalah dari besi atau perunggu.

Kendang

Alat musik kendang adalah salah satu jenis alat musik yang harus dan wajib ada di dalam pertunjukan kesenian kuda lumping. Ada 2 jenis kendang yang harus ada dalam setiap pertunjukannya yakni kendang sabet dan kendang bem (gedug).

Selain beberapa jenis alat musik yang secara umum dipakai untuk mengiringi pertunjukan kesenian kuda lumping, masih ada beberapa alat musik lainnya yang penggunaannya di dasarkan pada masing - masing daerah asalnya, yaitu:
  • Kendang gandrung, berupa kendang berukuran pendek dan digunakan untuk mengiringi lagu-lagu kendang kempul Banyuwangian (Jawa Timur).
  • Kendang Bali, berupa kendang berukuran panjang dan biasanya digunakan dalam tarian Bali.
  • Kecrek atau ceng-ceng, biasanya digunakan di dalam tarian tradisional Bali.
  • Saron Janger, atau disebut juga dengan laras Bali. Selain itu juga digunakan untuk mengiringi musik dalam kesenian tari janger Banyuwangi (Jawa Timur).
Itulah uraian artikel tentang Kesenian Kuda Lumping. Semoga bermanfaat dan bisa menambah wawasan Anda.

Posting Komentar untuk "Kesenian Kuda Lumping"