Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Teori Tentang Kebudayaan

 

Teori Tentang Kebudayaan

Pengertian KebudayaanKebudayaan merupakan sistem nilai di luar manusia tetapi menentukan tingkah laku manusia yang memiliki cakupan yang sangat luas, setidaknya sistem nilai dalam kebudayaan selalu dikaitkan dengan eksistensi manusia dan berbagai akivitas dalam melakukan sesuatu yang bersifat dinamis, tidak terbatas dan bersifat multidimensional. 

Sehingga jika diyakini benar, bahwa berbagai tindakan manusia dalam kehidupan sosial merupakan sebuah refleksi kebudayaan. Maka keberadaan manusia dan masyarakat dalam perkembangannya sangat bertalian erat dengan kebudayaan itu sendiri.

Jika benar-benar dapat merenungkan sejenak, berbagai hal yang kita miliki secara peribadi atau sekacara kolektif, dan berbagai hal yang ada disekitar kita, baik yang tampak sebagai materi, atau yang tidak nampak, seperti berbagai hal yang kita sedang renungkan, atau tindakan yang kita lakukan, baik yang bersifat rutin atau yang secara spontan pada dasarnya adalah sebuah refleksi kebudayaan. 

Apa yang telah kita pikirkan, lakukan, atau kita hasilkan berupa karya-karya selalu memiliki perbedaan dengan kelompok lain, suku lain, atau bangsa lain.

Kata “kebudayaan” diturukan dari kata bahasa Latin Coco, Colere. Sebuah kata kerja yang terbentuk menjadi kata benda: Cultura yang artinya memelihara atau mengerjakan, mengolah, menanam, membuat, mendiami.

Istilah Cultura banyak digunakan oleh Marcus tullius Cicero (106-1043 sebelum masehi), yaitu seorang politikus berkebangsaan Romawi. Kemudian dari kata Cultura berkembang menjadi Cultus yang artinya ibadah atau pemujaan, Agricultura yang artinya mengusahakan dan memelihara tanah, Cultura anima yang artinnya memelihara jiwa, dan Cultus deorum artinya pemujaan para dewsa (Anshari, 1979: 29).

Kata Cultura mulai digunakan secara meluas sejak akhir abad XVIII yang dipicu oleh buku karangan Herder yang berjudul Ideen zur Geschichte der Menschheit dan buku karangan Klem berjudul Allgemeine Culturgeschichte der Menschheit, terbit pada pertengahan abad XIX (Alisjahbana 1986: 205).

Berbagai ahli dari bermacam-macam disiplin ilmu pengetahuan memberikan pengertian untuk memperjelas bidang yang ditekuni, setidaknya dua orang antropolgi yang bernama Alfred Kroeber dan Clyde Kluclhohn mengumpulkan tidak kurang dari 176 pengertian tentang “kebudayaan” dalam bukunya yang berjudul Culture, A Critical Review of Concepts and Definitions yang diterbitkan tahun 1952. 

Dalam buku tersebut Alfred Kroeber dan Clyde Kluclhohn mengelompokan devinsi tentang kebudayaan lebih dari 100 dan menyimpulkannya sebagai berikut:

Kebudayaan terdiri dari pola-pola nyata maupun tersembunyi, dari dan untuk perilaku yang diperoleh dan dipindahkan dengan simbol-simbol, yang menjadi hasil-hasil yang tegas dari kelompok-kelompok manusia, termasuk perwujudannya dalam barang-barang buatan manusia.

Inti yang pokok dari kebudayaan terdiri dari gagasan-gagasan tradisional (yaitu yang diperoleh dan dipilih secara historis) dan khususnya nilai-nilainya yang bergabung, disatu pihak, sistem-sistem kebudayaan dapat dianggap sebagai hasil-hasil tindakan, di pihak lainnya sebagai unsur-unsur yang mempengaruhi tindakan selanjutnnya (The Liang Gie. 1977:127).

Sungguhpun demikian pengertian-pengertian tersebut terus bertambah sesuai dengan perkembangan pemahaman manusia terhadap realitas yang dirasakan dan dinyatakan. Berbagai bidang keahlian dan ilmu pengertahuan yang mengalami revolosioneer atau yang bersifat reinterpertasi membutuhkan penjelasan posisi kaitannya dengan “kebudayaan”.

Pemikiran itu menjadi esensi dari pengertikan “kebudayaan” yang dikemukakan oleh Koentjaraningrat dalam bukunya Kebudayaan, Mentalitas, dan Pembangunan. Sebagai berikut:

Kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu Buddhayah, yaitu bentuk jamak dari Buddhi yang berarti “budi” atau “akal”. Demikian, ke-budaya-an itu dapat diartikan “hal-hal yang besangkutan dengan budi dan akal”. 

Ada pendirian lain mengenai asal dari kata “kebudayaan” itu, ialah bahwa kata itu adalah suatu perkembangan dari majemuk budi-daya, artinya daya dari budi, kekuatan dari akal. kebudayaan berarti keseluruhan gagasan dan karya manusia, yang harus dibiasakannya dengan cara belajar, berserta keseluruhan dari hasil budi dan karyannya itu. (1983: 9).

Hans J. Daeng mengutup pendapat Ashley Montagu tentang A Way of Life. Pandangan tersebut menunjukan bahwa Kebudayaan merupakan pola-pola pemikrian serta tindakan tertentu yang terungkap dalam aktivitas Kebudayaan dapat juga diartikan sebagai upaya masyarakat untuk terus menerus secara dialektis menjawab setiap tantangan yang dihadapai kepadanya dengan menciptakan berbagai prasarana dan sarana (2000: 45).

Sulaiman Mubarak (dalam Darmanto JT & Sudarto PH. 1986) menyitir pendapat Claessen tentang isi kebudayaan yang meliputi ada tiga aspek, yaitu.

Aspek matrial, aspek sosial, dan aspek kejiwaan (spiritual). Pada aspek material, kita lihat benda-benda hasil karya manusia, yang digunakan untuk kepentingan hidupnya. Benda-benda budaya ini variasinya hampir tidak terbatas, mudah untuk dirubah dan dikembangkan. 

Aspek sosial meliputi bentuk-bentuk kerja sama manusia dalam lingkungannya, seperti misalnya organisasi sosial, kelompok-kelompok kerabatan dan sebagainnya. Pada aspek spiritual, dapat kita lihat adanya konsep-konsep tentang religi, gagasan-gagasan tentang super natural ide-ide mengenai pnghormatan terhadap roh nenek moyang (1986:47).

Kutipan di atas juga dikemukakan oleh Daeng, J. Hans Dan Koentjaraningrat sebagai berikut:

  • Kebudayaan dalam bentuk kompleksitas gagasan-gagasan
  • Kebudayaan dalam bentuk kompleksitas aktivitas atau kegiatan-kegiatan
  • Kebudayaan dalam bentuk kompleksitas wujud matrial (kebendaan) (Daeng, J. Hans. 2000: 66, Koentjaraningrat, 1985:100)

Koentjaraningrat dalam salah satu artikelnya yang berjudul Persepsi Tentang Kebudayaan Nasional menjelaskan secara rinci tentang tiga wujud kebudayaan, sebagai berikut:

Sebagai suatu kompleks gagasan konsep dan pikiran mansuai , kebudayaan mempunyai sifat yang abstrak, tak dapat dilihat, dipandang, difoto, ataupun difilm, dan berlokasi dalam kepala-kepala manusia yang menganutnya. 

Para ahli antorpologi dan sosiologi menyebut kebudayaan dalam wujud pertama ini “sistem budaya” (culture system). Gagasan dan pikiran yang ada dalam kepala-kepala itu tidak berupa kepingan-kepingan berdasarkan asas-asas yang saling ada hubungannya menjadi suatu sistem yang relatif mentap dan kontinyu.

Sebagai suatu kompleks aktivitas manusia yang saling berinteraksi, kebudayaan itu bersifat lebih kongkret, dapat dianati atau diobservasi, difoto, dan difilm, Para ahli antropologi dan sosiologi menyebut kebudayaan dalam wujud kedua ini “sistem sosial” (social Sistem). 

Memang, aktivitas manusia yang berinteraksi dan bergaul dengan sesama itu, biasanya berpola-pola dan diatur serta ditata oleh gagasan-gagasan dan tema-tema berpikir yang berada dalam kepalanya. 

Sebaliknya, aktivitas menusia yang berinteraksi dalam komunikasi, pertemuan, upacara, ritus, maupun pertengkaran itu, sering kali menimbulkan gagasan, konsep dan pikiran baru, dan beberapa diantarannya ada kalanya mendapatkan tempat yang mentap dalam sistem budaya dari manusia yang berinteraksi itu.

Aktivitas manusia yang beriteraksi dan bergaul dengan seseamanya mempergunakan peralatan yang juga merupakan hasil karya manusia sendiri. Aktivitas kerja manusia itu memang menghasilkan karya manusia benda untuk berbagai keperluan hidupnya. 

Kebudayaan dalam wujud fisik (fhysical culture, atau seringkali juga disebut material culture), dan tidak hanya berupa benda-benda kecil seperti misalnya kancing baju, tetapi juga benda-benda yang kompleks, seperti komputer berkapsitas tinggi, bukan saja benda-benda tak bergerak, seperti misalnya tangki minyak berukuran raksasa, tidak hanya bangunan-bangunan tradisional seperti suatu candi yang indah megah, tetapi juga suatu bangunan pencakar langit yang tingginya 60 tingkat (1975:100-101).

Itulah ulasan artikel terkait dengan Teori Tentang Kebudayaan. Semoga bermanfaat untuk Anda.

Posting Komentar untuk "Teori Tentang Kebudayaan"