Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kearifan Lokal Suku Batak Mandailing

Kearifan Lokal Suku Batak Mandailing
credit:flickr.com

Kearifan Lokal Dalam Budaya 

Kearifan Lokal adalah kekayaan budaya lokal yang mencakup falsafah hidup, cara hidup yang mengandung kearifan, dan kearifan hidup. Kearifan lokal di Indonesia yang juga dikenal dengan Nusantara, dianggap lintas budaya atau lintas etnis dalam rangka menciptakan nilai-nilai budaya nasional. 

Ini tidak hanya berlaku secara lokal untuk budaya atau etnis tertentu. Misalnya, kearifan lokal yang menjunjung tinggi rasa hormat terhadap sesama, toleransi, etos kerja yang kuat, dan kebajikan lainnya merupakan ciri khas hampir setiap budaya lokal di seluruh nusantara. 

Etika dan prinsip-prinsip moral yang termasuk dalam kearifan lokal biasanya diajarkan secara turun-temurun dan diturunkan melalui sastra lisan, manuskrip, antara lain bentuk peribahasa dan cerita rakyat.

Kearifan lokal (juga dikenal sebagai local genius atau kearifan lokal) adalah pengetahuan daerah yang dikembangkan melalui kemampuan beradaptasi masyarakat dan diturunkan dari generasi ke generasi melalui pengalaman hidup. 

Jadi, kearifan lokal adalah pengetahuan lokal yang digunakan masyarakat lokal untuk berkembang dalam lingkungan yang terkait dengan sistem kepercayaan, norma, dan budaya dan yang diekspresikan dalam tradisi dan mitos yang telah lama dipegang.

Meski ada upaya untuk mewariskan kearifan lokal dari satu generasi ke generasi berikutnya, namun tidak ada jaminan akan bertahan dalam menghadapi globalisasi yang mendorong gaya hidup yang lebih pragmatis dan konsumtif. 

Pada kenyataannya, kita dapat mengamati betapa sedikit kearifan lokal—yang kaya akan aturan dan filosofi kehidupan—digunakan dalam praktik hidup yang lebih praktis.

Pada ulasan artikel kali ini, kita akan fokus membahas topik tentang  Kearifan Lokal Suku Batak Mandailing. Silahkan membacanya hingga selesai agar mendapatkan pemahaman yang lebih baik.

Budaya Batak 

Salah satu suku bangsa di Indonesia yaitu suku Batak hidup di Provinsi Sumatera Utara, yaitu di wilayah Toba, Simalungun, Tapanuli Tengah, Langkat Hulu, Deli Hulu, Dataran Tinggi Karo, dan Mandailing. 

Enam sub kelompok yang berbeda dari kelompok etnis Batak adalah Batak Toba, Batak Karo, Batak Pakpak, Batak Simalungun, Batak Angkola, dan Batak Mandailing. Ciri-ciri budaya yang berbeda terlihat di antara enam suku Batak. Namun, pada intinya, kesamaan akar budaya Bataklah yang membedakan mereka.

Sejarah Suku Batak

Ketika nenek moyang orang Batak tinggal di Sumatera tidak terbukti secara jelas. Namun menurut kajian antropologi, data bahasa dan temuan arkeologis menunjukkan bahwa penutur Austronesia bermigrasi dari Taiwan ke Indonesia dan Filipina. 

Sekitar 2.500 tahun yang lalu, sesuatu terjadi. Mereka mungkin nenek moyang suku, Batak. Peneliti sampai pada kesimpulan bahwa nenek moyang suku Batak hanya bermigrasi ke Sumatera Utara pada zaman logam karena tidak ditemukan artefak Neolitik di wilayah tempat tinggal suku Batak sekarang.

Pada abad ke-6, Sumatera Utara juga menyaksikan berdirinya kota-kota komersial oleh para saudagar asing dari India. Dengan membeli kapur barus buatan orang Batak, mereka berinteraksi dengan daerah pedesaan, khususnya orang Batak. Orang Batak terkenal karena menghasilkan kapur barus berkualitas tinggi.

Nilai-nilai kearifan lokal dan budaya Mandailing yang unggul:

1. Prinsip-prinsip Agama, Terutama Islam yang Kuat

2. Harmonisasi 

Nilai keselarasan hubungan antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan lingkungan, dan manusia dengan sesama. keyakinan bahwa setiap tindakan harus memiliki hasil tertentu. Perbuatan positif akan menghasilkan hasil yang baik, sedangkan perbuatan jahat akan menghasilkan hasil yang buruk.

3. Nilai-nilai Solidaritas dan Kerjasama

Nilai - nilai solidaritas dan kerjasama yang menitikberatkan pada persatuan dan kerjasama antara individu, individu dan kelompok, dan kelompok dan kelompok lain.

 Nilai Kebenaran.

  •     Nilai estetika.
  •     Nilai Etos Kerja/Gotong Royong
  •     Nilai Keterlibatan.
  •     Nilai Material (ekonomi).
  •     Nilai Keterbukaan dan Dinamika.
  •     Nilai-nilai kemanusiaan.

Dimungkinkan untuk memikirkan prinsip-prinsip kearifan lokal (local genius) sebagai landasan bagi pengembangan identitas nasional. Kearifan lokal berasal dari budaya nasional. 

Misalnya, pencipta baru bahasa, seni, tatanan sosial, teknologi, dan bidang lainnya sering menggunakan budaya etnis lokal sebagai sumber atau titik acuan. Kreasi tersebut kemudian terlihat dalam interaksi lintas budaya.

Kejeniusan lokal didefinisikan sebagai ciri atau elemen tradisional yang dapat dilindungi dari pengaruh budaya luar, serta bagaimana kita memasukkan komponen budaya tersebut dalam pengembangan sikap dan kepribadian masyarakat yang menjadi keunggulan lokal di dunia persaingan yang mengglobal ini.

Dalam rangka mempersiapkan masa depan dan generasi mendatang, kearifan lokal dapat digunakan sebagai penghubung antara masa lalu dan masa kini, serta generasi saat ini. Kearifan lokal juga bisa menjadi semacam benang penghubung antar generasi.

Ada tujuh (7) jenis nilai luhur (kearifan lokal) yang berbeda dalam budaya suku Mandailing, menurut beberapa pendapat penelitian tentang adat istiadat Mandailing. 

Ini termasuk:

Kekerabatan

Cara utama dimana kekerabatan dihargai dalam masyarakat Mandailing adalah melalui praktek Dalihan Na Tolu (DNT), yang menekankan salam berdasarkan darah dan hubungan perkawinan.

Agama Islam

Hagabeon (keturunan)

Nilai-nilai budaya Hagabeon berarti panjang umur, banyak keturunan, rezeki, akhlak dan pendidikan yang baik.

Hamoraon (kehormatan)

Menurut tradisi Batak, keseimbangan kualitas spiritual dan material seseorang merupakan hamoraon (kehormatan) mereka (tujuan hidup di dunia dan di akhirat tercapai).

  •     Uhum dan Ugari.
  •     Tempat berlindung.

Lingkungan komunal perlu dijaga, dan anak boru lah yang akan mendapat perlindungan itu. Tanggung jawab pelindung ini sebagian besar berada di pundak mora.

Marsiris

  •         Marsisarian adalah saling memahami, menghargai, dan membantu.

Menurut Balyani Lubis, SH, Gelar Sutan Panusunan, Tumbaga Holing (membaca dengan hati (roh) dan bukan menulis) merupakan sumber hukum adat Mandailing.

Dari Tumbaga Holing lahir ketentuan adat yang terdiri dari:

Pati

Pati seperti Konstitusi.

Nilai-nilai leluhur Holong dan Domu dari pemangku adat.

Uhum

Uhum seperti peraturan pelaksanaan dari Pati.

Ugari

Ugari bisa timbul jika di Patik dan Uhum tidak ada aturannya, maka diatur di Ugari, seperti: perkawinan marga, kawin lari

Hapantunan

Hapantunan adalah tata cara berbicara dan sopan santun.

Itulah sekelumit artikel terkait dengan Kearifan Lokal Suku Batak Mandailing. Semoga informasi diatas berguna dan bermanfaat bagi para pembaca semuanya.

Posting Komentar untuk " Kearifan Lokal Suku Batak Mandailing"